blank
Ayam jantan itu membangunkan orang pada pagi hari. Foto: Masruri

blank

SEBEGITU pentingnya bangun pagi-pagi dan setelah itu tidak tidur lagi, maka  Mbah-mbah kita dulu menyebut tidur pagi itu ora ilok (tidak baik, tidak pantas), membuat hati gelap. Bahkan ada kiai sepuh “mentradisikan” jamaah salat subuh mendekati akhir waktu, daripada di awal waktu dan setelah itu para santri mengantuk dan tidur lagi.

Sahabat saya saat bangkrut total, oleh ibunya disarankan mencegah tidur pagi dan disarankan pagi itu keluar rumah, misalnya, nongkrong di pasar, atau semacamnya, daripada rebahan di kamar. Karena dengan melihat keramaian itu bisa jadi dia menemukan ide-ide baru yang dapat membuka pikirannya.

Selain ora ilok menurut kepercayaan lama, termasuk orang yang tidak mendapatkan keberkahan waktu adalah mereka yang membiasakan tidur pagi hari. Saya pernah mendengar bahasan di sebuah halaqah (pengajian) yang membahas masalah ini.

Ora ilok bisa diartikan tidak elok alias tidak baik.  Dulu tetangga  saya ketika masih nyantri, setelah salat subuh jika ada santri yang tidur disiram air sama kiainya, dan dia beberapa kali kena siraman.

Baca juga Tuhan Bersama Orang yang Nekat

Selain tidur pagi, ada kepercayaan, tidur setelah ashar termasuk yang diyakini ora ilok bahkan lebih ekstrem, dampaknya bisa mengakibatkan sakit jiwa. Wallahu a’lam.

Kalau yang pernah saya dengar langsung, orang yang selama 40 hari tidur setelah ashar, juga berdampak buruk bagi psikisnya,  menyebabkan gangguan gila, katanya. Namun ini sumbernya belum jelas.

Kalau yang berkaitan tidur melewati magrib, yang saya rasakan  ketika bangun rasanya bingung. Bisa jadi itu efek tidak menyaksikan pergantian waktu sore ke malam.

Filosofi Ayam

Kalau kita bangun pagi pagi layaknya ayam, rasanya tubuh dan pikiran lebih segar. Apalagi dengan melakukan olahraga jalan kaki, bisa bertemu dan berbincang –bincang dengan warga, bagi saya itu bisa  sumber inspirasi penulisan. Ayam, walau banyak yang merendahkan sebagai aduan dan disertai perjudian, istilah “ayam” juga berkonotasi negatif,  misalnya “ayam kampus”.