blank

KOTAMUNGKID(SUARABARU.ID) –Peringatan 1 Muharam atau Tahun Baru Hijriah di Candi Borobudur dilaksanakan Minggu (31/7) petang hingga malam. Acara yang dipadukan dengan 20 tahun Ruwat Rawat Borobudur (RRB) itu diikuti ribuan orang dari beberapa wilayah Magelang, dan beberapa daerah di Jateng, serta ada peserta dari Perancis.

Diawali kirab dari sekretariat komunitas Brayat Panangkaran di Jalan Medangkamolan 7 menuju ke halaman Candi Borobudur. Kirab dengan membawa kain putih sepanjang 500 meter serta tandu Keris Pusaka dan gunungan sayur. Setelah acara seremonial opening di depan sekretariat, semua peserta sekitar 2.500 orang berjalan menuju ke halaman candi. Sampai di halaman candi peserta melakukan pradaksina sekaligus mengelilingi bagian bawah candi dengan kain putih, dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengheningkan cipta, serta penyalaan lilin kedamaian dari semua peserta.

Ketua Komunitas Brayat Panangkaran, Sucoro, mengatakan, selama ini orang bicara Borobudur tentang lumut batu, melesat penghasilannya dan keausan batu candi. “Saya ingin ada paradigma baru,” harapnya.

Menurut dia, kata spiritual itu penting. Selama ini orang tidak pernah bicara spiritual. Mulai tahun baru Hijriah ini dia akan mengenalkan tradisi baru.

Penilaian dia, ada perubahan paradigma pengelolaan Candi Borobudur. Mestinya jangan hanya bicara lumut batu, Borobudur melesat, dan dibatasi pengunjungnya, tetapi tidak ada artinya. Ketika akan membatasi itu tidak ada hal lain yang akan disampaikan.

blank
Ribuan warga melakukan kirab menuju halaman Candi Borobudur. Foto: eko

“Borobudur itu ada nilai sakralnya. Ada nilai keagungan, bukan hanya keindahan. Harusnya ada nilai-nilai kesucian,” tandasnya.

Dalam acara tersebut sengaja membentangkan kain putih. Maknanya, kain putih ada yang disakralkan. “Tidak nyangka kainnya kok bisa dipercaya membawa berkah. Banyak yang minta sobekan kainnya,” tuturnya.

Ditambahkan, ketika nenek moyang kita membangun Candi Borobudur, harapannya ada energi positif manusia dengan Tuhannya. Maka agenda acara itu dilanjutkan sarasehan budaya di sekretariat Brayat Panangkaran di Jalan Medangkamolan 7 Borobudur.

Dia juga menuturkan, yang terjadi, ada proses perubahan pengelolaan Borobudur sejak tahun 80. Ada lima buku yang telah diterbitkan, terkait hal itu. “Acara malam ini sangat penting karena mengembalikan spiritual. Borobudur itu lintas kepercayaan, tidak hanya milik Budhis. Tetapi semua sangat penting untuk ikut handarbeni. Artinya tidak hanya menikmati kuenya Borobudur,” tuturnya.

Dia katakan demikian karena kesakralan Borobudur semakin surut. Dulu bangga melihat Borobudur sebagai monumen yang sangat indah. Menghubungkan  kepercayaan, alam dan Tuhan. “Tempat ini dulu sangat sakral, memungkinkan orang untuk meditasi atau merenung. Sekarang
kehilangan ruh spiritual karena orang datang hanya melihat keindahan. Di Borobudur ada relief-relief tentang kehidupan. Maka kami ajak merenung untuk  mengheningkan cipta agar
mengetahui harus bagaimana memperlakukan Borobudur,” tegasnya.

Eko Priyono