Misalnya: Siapa yang memberikan informasi? Siapa pemilik medianya? Siapa yang membiayainya? Apa sih tujuannya menyebarkan informasi tersebut? Untuk kepentingan siapa informasi tersebut disebarkan? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dengan tersebarnya informasi tersebut? Dan seterusnya.
Sebab mesti kita sadari, kebanyakan media yang ada dewasa ini dibangun berdasarkan atas dua kepentingan besar, yakni kepentingan politis atau kepentingan ekonomi; bahkan mungkin kedua-duanya, kepentingan politis dan ekonomi. Kemampuan masyarakat dalam menyeleksi berita yang tidak jelas sumbernya, hanya bisa dilakukan dengan cara pendidikan yang memerdekakan.
Buah pendidikan yang memerdekakan adalah menciptakan manusia kritis, sebagaimana berulang kali pernah ditekankan oleh Romo Mangunwijaya, bahwa siswa harus memiliki kekritisan dalam merespon situasi. Tanpa kemampuan itu, hoaks akan selalu menjadi hantu.
Orientasi pendidikan sejatinya adalah untuk memerdekakan dan membebaskan, “memanusiakan manusia” melalui proses “humanisasi” dan “hominisasi” yang secara singkat kita sebut dengan “humaniora”. Tetapi dalam kenyataannya, pendidikan hampir selalu bertolak belakang dengan humanisme, dan ini bukanlah sesuatu hal yang baru.
Di Indonesia, dengan konsep yang terus berjalan seperti ini, belenggu-belenggu dari sisa feodalisme khas Jawa dan kolonial, pendidikan menjadikan siswa sebatas sebagai kader-kader politik mini dan sumber daya manusia yang disiapkan untuk melaksanakan dan mendengarkan apa yang menjadi kepentingan pemerintah dan kaum usahawan melalui indoktrinasi.
Padahal, dampak dari konten positif ini adalah munculnya ruang kreasi seni dengan budaya lokal yang kuat. Bagaimana Ruang digital ini menjadikan Pancasila sebagai habituasi.Kekuatan Publikasi digital dan dukungan dari media secara persuasif diharapkan membuat Pancasila nantinya menjadi living ideology dan working ideology.
Dalam praktiknya Presiden Joko Widodo ingin menjadikan sila ke-3 dan sila ke-5 terimplementasi merata di seluruh Indonesia. Hal itu sudah terlihat baik dari pemerataan pembangunan maupun perbaikan SDM di masing-masing wilayah di Indonesia. Pancasila itu sampai saat ini merupakan kesepakatan sehingga kita bisa hidup dengan damai.
Benny Susetyo, pakar komunikasi politik