Di era New Normal ini generasi muda yang sudah beradaptasi dengan era teknologi digital diharapkan mampu mengedukasi masyarakat terutama menangkal berita hoaks.
Disisi lain kurangnya kemampuan litersi digital dalam kehidupan masyarakat akan menimbulkan banyaknya informasi hoaks yang meresahkan masyarakat. selain itu, maraknya hoaks di ranah publik mencerminkan kultur bangsa yang begitu mudah masuk dalam perangkap budaya kematian.
Budaya kematian itu tecermin dalam sikap ketidakmampuan menggunakan daya nalar, dalam menyeleksi pemberitaan atau berita, antara mana yang penuh dengan rekayasa dan mana yang faktual.
Di balik itu semua, peristiwa ini terjadi karena masih rendahnya budaya kritis dalam masyarakat kita yang merupakan dampak lemahnya literasi digital.
Selama ini, pendidikan kritis tentang cara berpikir, bertindak, dan bernalar tidak pernah diajarkan. Budaya kritis muncul dari kesadaran kritis yang tumbuh dalam alam budaya berpikir. Budaya kritis lahir dari sikap yang selalu mempertanyakan kebenaran dan sumber kebenaran yang sesungguhnya.
Teori kritis mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu, dan menyediakan cara-cara pengganti untuk menafsirkan peran sosial media massa. Sebagai contoh, sebagian teoritikus kritis berargumen bahwa media pada umumnya menyokong status quo, bahkan mungkin ketika status quo sedang di bawah tekanan atau mulai retak.
Teori Kritis dengan Penjelasan Rumit
Teori kritis sering menyediakan penjelasan rumit, dan kecenderungan media secara konsisten berlaku seperti itu. Teori kritis sering kali menganalisis institusi tertentu, meraba-raba sejauh mana tujuan yang diharapkan bisa diusahakan dan dicapai. Media massa dan budaya massa yang mereka promosikan telah menjadi fokus teori kritis.
Para peneliti kritis mengaitkan media massa dan budaya massa dengan berbagai permasalahan sosial. Bahkan, ketika media massa tidak dilihat sebagai sumber permasalahn tertentu, media massa dikritik karena memperparah atau membuat masalah menjadi sulit diidentifikasi dan dipecahkan.
Pendidikan kritis melahirkan sikap dan cara berpikir yang tidak mudah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang menggunakan proganda sebagai alat untuk mengaduk emosi publik lewat ujaran kebencian dan SARA.
Ujaran kebencian banyak dilakukan oleh orang dengan rata-rata usia 40 tahun keatas. Oleh karena itu dengan kemampuan anak-anak muda generasi milenial menciptakan konten positif bisa mempengaruhi pergerakan tak terbatas ruang dan waktu
Kecerdasan masyarakat dalam menggunakan media sosial hanya bisa dibangun lewat sebuah kesadaran kritis, dengan cara mendidik rakyat untuk lebih mampu memilih berita dan konten yang memiliki sumber akurat.
Di sinilah pentingnya pendidikan literasi media. Literasi media secara singkat dapat dikatakan sebagai kemampuan menerima informasi dari media secara kritis. Juga mengkritisi sisi lain dari informasi tersebut yang berada di luar teks.
Mengulang Kebohongan Jadi Kebenaran
Kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi kebenaran. Jika kita memiliki kesadaran literasi maka kita bisa memiliki alat untuk mempersatukan bangsa ini dan menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya