Namun kalau pribadi yang layak untuk “diserap” kelebihannya, tentu saja tergantung pribadi masing-masing. Saya sering mengirim doa untuk Sunan Kali Jaga, karena beliau itu seniman, biar saya tidak pernah kering dalam ide dan berkarya. Termasuk juga Syeh subakir, waliyullah Sang Penakluk tanah Jawa, sebelum era Wali Sembilan. Beliau salah satu ascenden master.
Ada teman yang sering mengirim fatihah kepada Sunan Gunung Jati, kemudian dia berjodoh dengan Putri Cina. Beliau bukan sekedar sosok idola, melainkan panutan. Kalau Nabi Sulaiman AS bisa kaya, dan bisa-bisa nanti menikah dengan bangsa jin, mau?
Kalau dalam tradisi Jawa ada yang mengirim doa buat orang yang hari lahir dan wetonya sama seperti biar beliau sehat panjang umur dan kelebihannya bisa menular kepada yang mendoakan.
Ada teman yang rajin mengirim doa untuk Sunan Kalijaga yang multitalent, ya ulama, penyair, budayawan, musisi pendekar, ahli hikmah, mursyid juga wali min Awliya: Copas + Print Screen + Enter. Semoga tetap sehat, panjang umur dan selalu mencerahkan dalam kehidupan. Nular yang baiknya saja, yang jelek buang ke laut.
Sahabat saya bukan spiritualis, melainkan dokter, karena mengidolakan Uwais Alqarny dan sering mengirim doa (Alfatihah) dan ruang prakteknya sering didatangi “gelandangan.” Memilih idola, itu mentalnya harus sudah siap.
Kalau zaman sekarang, yang ideal itu perpaduan antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Sulaiman AS. Perpaduan keduanya ideal dari sisi spiritual dan duniawi. Kalau Nabi Sulaiman itu walau kaya raya namun tidak menikmati kekayaanya.
Karena kekayaannya untuk mensejahterakan rakyatnya, dan beliau sendiri makanya gandum kasar yang ditumbuk keluarganya sendiri, bahkan pakaiannya pun dari kasar dan murah. Hanya untuk acara negara.
Beliau memakai jubah dan perhiasan yang dipakai diluar tapi pada bagian dalam masih pakaian yang berkain kasar. Lalu bagaimana dengan Abdurahman bin Auf? Beliau juga kaya raya, dan menikah 18 kali dan istrinya cantik-cantik. Manusia adalah magnet, bisa sebagai receiver dan juga transmitter.