blank
Budayawan Jawa penerima anugerah Bintang Budaya, KRA Drs Pranoto Adiningrat MM (Kejawen beskap warna putih), saat memimpin tradisi Susuk Wangan di Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, Wonogiri.(SB/Bambang Pur)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Hari yang menjadi Tanggal 1 Sura, secara Kejawen dapat untuk memprediksi Tahun Basah atau Tahun Kering. Tahun Basah dipahami sebagai tahun yang banyak hujan. Sebaliknya, Tahun Kering diartikan bahwa sepanjang tahun akan mahal hujan.

Budayawan Jawa peraih Anugerah Bintang Budaya, Kanjeng Raden Arya (KRA) Drs Pranoto MM, menyatakan, prediksi tahun basah-kering, telah tertuliskan dalam sejumlah kepustakaan lama, termasuk Buku Horoskop Jawa dan Primbon. Disamping juga telah menjadi hapalan sebagai budaya lisan di masyarakat Jawa.

Cara memprediksinya, memakai pedoman hari yang menjadi Tanggal 1 Sura. Bila jatuh pada Hari Selasa memiliki sebutan sebagai Anggara Rekata atau Tahun Kepiting. Sepanjang tahun terjadi banyak hujan, sehingga sering disebut sebagai Tahun Basah.

Itu sebagaimana pada 1 Sura Tahun Alif 1955 yang lalu misalnya, yang jatuh pada Hari Selasa. Menjadikan sepanjang tahun banyak hujan. Musim kemaraupun juga masih hujan, dan menimbulkan banjir di mana-mana.

Bagaimana dengan prediksi setahun ke depan ? Pranoto yang Abdi Dalem Keraton Surakarta, memperkirakan tidak akan banyak hujan sebagaimana pada siklus Anggara Rekata. Sebab, hitungan Tanggal 1 Sura 1956 kali ini jatuh pada Sabtu (30/7).

Hari Sabtu diartikan sebagai Tumpak Menda atau Tahun Kambing. Siklus selama setahun ke depan, akan diwarnai mahal hujan. Berlangsung Tahun Kering, bahkan hujan kiriman di musim kemarau pun bisa jadi akan langka.

Sifat Tahun

Untuk lengkapnya, penyebutan sifat tahun yang mendasarkan Tanggal 1 Sura adalah sebagai berikut: Akad (Minggu) Dite Kelaba Tahun Kelabang, mahal hujan. Senin, Soma Werjita (Warjita) Tahun Cacing, banyak hujan.

Selasa, Anggara Rekata (Tahun Kepiting), banyak hujan. Rabu, Buda Mahesa (Tahun Kerbau), hujannya kurang tidak melimpah. Kamis, Respati Mintuna (Tahun Mimi Mintuna), hujannya sedang. Jumat, Sukra Mangkara (Tahun Udang), banyak hujan. Sabtu, Tumpak Menda (Tahun Kambing) tidak banyak hujan.

Pranoto, suka memperhatikan keberadaan local wisdom (kearifan lokal) tentang Kejawen yang berkembang di masyarakat. Pemilahan Tahun Basah dan Tahun Kering tersebut, dapat dijadikan pedoman bercocok tanam bagi kaum tani.

Manakala datang Tahun Basah, para petani dapat memilih tanam padi. Yang memang secara teori pertanian, tamanan padi banyak memerlukan air. Sebaliknya, bila datang siklus Tahun Kering, bijaksana untuk memilih tanam palawija atau nonpadi, yang tidak memerlukan banyak air.

Dengan mendasarkan prediksi pada siklus tahun secara Kejawen tersebut, petani dapat menyikapinya secara bijaksana. Tujuannya, untuk menghindarkan kegagalan panen (puso) karena kekeringan.

Dalam hitungan Asopon (Tahun Alip Selasa Pon), Tanggal 1 Sura Tahun 1956 jatuh pada Hari Sabtu Pahing (30/7). Karena jatuh hitungan Hari Sabtu, maka disebut sebagai Tumpak Menda (Tahun Kambing).

Salin Khuruf

Pakar Kejawen, Adi Candra, menyatakan, Tanggal 1 Sura Tahun 1956 kali ini jatuh pada Sabtu Pahing (30/7) besok. Ini mengambil dasar dari Layang Pawarta (berita tertulis) saking Nagari Surakarta (dari Surakarta) Kaping (edisi) 18 Desember 1934 angka A/14312/29.

Yakni tentang bab salinipun khuruf (akan beralihnya penghitungan) penentuan Tanggal 1 Sura. Yang berlaku sejak Tahun Alip 1867 dumugi (sampai) Tahun Jimakhir 1986. Selama kurun waktu 119 tahun tersebut, berlaku lampahipun khuruf (jalannya perhitungan) salasiah (pedoman) Pon atau Asopon.

”Maka Tanggal 1 Sura Tahun Ehe 1956 kali ini, jatuh pada Hari Sabtu Pahing Tanggal 30 Juli 2022 Masehi besok,” jelas Adi Candra.

Tanggal 1 Sura 1956, lampahipun (jalannya) hari pertama (Kawitan) Tahun Ehe menurut Galangan (pedoman) Tahun, jatuh pada Hari Sabtu Pahing (30/7). Ini berbeda dengan yang memakai pedoman jalannya khuruf Arbaiah Wage atau Aboge (Alip Rabu Wage).

Aboge, tandas Adsi Candra, tidak bisa dijadikan dasar lagi. Sebab, itu sudah kadaluwarsa, dengan kenyataan jumudule mbulan anyar (terbitnya Rembulan baru). Bergantinya khuruf atau hitungan Aboge menjadi Asopon, sudah berlangsung sejak Tahun Masehi 1936 (86 tahun yang lalu).

Bambang Pur