Ketua Badan Pelaksana BWI, Prof Dr H Mohammad Nuh DEA tengah memberikan sambutan dalam pembukaan Rakorwil BWI Jateng. Foto: Ning Suparningsih

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Perwakilan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Jateng digelar di Gedung B Pemprov Jateng, Selasa (26/7/2022).

Dalam Rakorwil sendiri diikuti oleh 116 perwakilan BWI Jateng dan 35 kabupaten/kota di Jateng yang dibuka oleh Wakil Gubernur Jateng, H Taj Yasin Maimoen.

Ketua Badan Pelaksana BWI, Prof Dr H Mohammad Nuh DEA mengajak para pengurus BWI di Jateng untuk menjadikan wakaf sebagai lifestyle atau gaya hidup. Nuh menginginkan insan BWI Jateng mampu menjadi penggerak, pencinta dan pejuang perwakafan.

Dalam Rakorwil dihadiri antara lain, Kakanwil Kemenag Jateng, H. Musta’in Ahmad, SH, MH, Ketua Baznas Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi, dan Ketua BWI Jateng, Drs Imam Maskur MSi.

Sedangkan sebagai narasumber Rakorwil adalah Divisi Penelitian dan Pengembangan BWI Jateng, Dr H Nur Khoirin YD MAg, dan Sri Hartini SH MH MEng dari Badan Pertanahan Nasional Kanwil Jateng.

”Saya selalu menekankan untuk selalu bersyukur. Pertama, kita bisa selalu bersyukur, karena tidak semua orang bisa bersyukur. Kedua, kita bersyukur karena hati kita dipertautkan dengan perwakafan,” kata Nuh.

Menurutnya, menjadi penggerak perwakafan harus siap menghadapi berbagai persoalan. Nuh mengatakan bahwa setiap ada persoalan hendaknya disyukuri.

Dalam kesempatan itu, Nuh membedah era baru perwakafan nasional. Menurutnya, BWI harus bangkit dan semangat dalam menyongsong masa depan perwakafan yang dulu pernah mengalami kejayaan.

Para narasumber tengah memaparkan terkait wakaf dalam Rakorwil BWI Jateng. Foto: Ning Suparningsih

Disebutkan bahwa semangat itu ditunjukkan dengan wakaf sebagai gaya hidup. Misalnya Gerakan Tiada Hari Tanpa Berwakaf, tiada hari Jumat tanpa berwakaf dan tiada bulan tanpa berwakaf.

Pada kesempatan itu, Narasumber, Nur Khoirin menjabarkan bahwa wakaf adalah lembaga sosial keagamaan dalam Islam yang sangat kuat dalilnya, dan sudah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah.

Di Jawa Tengah hingga tahun 2020 jumlah masjid ada 48.203, musholla 86.565, yang mana paling banyak adalah masjid Kabupaten Magelang yakni ada 3.252. Sedangkan Klaten ada 3.077, Karanganyar 2.669, Kudus 716. (sumber: BPS Jateng).

“Jika diasumsikan, semua masjid dan musholla adalah wakaf, ini jumlah yang sangat besar. Belum lagi ditambah lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya, seperti yayasan pendidikan, perguruan tinggi, pondok pesantren, panti yatama, kesehatan, RS, majlis taklim, makam, ormas Islam, dan lainnya,” tutur dia.

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), estimasi valuasi wakaf di Indonesia sudah mencapai sekitar Rp2.000 triliun pada tahun ini (2021).

”Angka Rp2.000 triliun adalah penggambaran betapa dermawannya masyarakat Indonesia yang secara kultural telah memiliki jiwa berbagi, memberikan hartanya untuk kemaslahatan umat. Bahkan, Indonesia merupakan salah satu negara paling dermawan di dunia menurut World Giving Index 2019,” paparnya.

Namun menurutnya, masih ada permasalahan yang ada di masyarakat. Persoalan itu meliputi pemahaman tentang hukum wakaf dan peraturan perundang-undangan masih lemah. “Sering terjadi ikhtilaf tentang hal-hal yang sepele tetapi mengganggu, bahkan menjurus kepada perpecahan. Selain itu, pemberdayaan aset wakaf, pemanfaatan wakaf masih apa adanya, belum semua wakaf tercatat dan bersertifikat,” tukasnya.

”Penataan Nazhir (penerima wakaf dari wakif) juga harus dilakukan. Nazhir tidak jelas, atau belum terdaftar di BWI, dan belum bisa berfungsi secara maksimal, manajemen masih tradisional,” katanya.

Kakanwil Kemenag Jateng, Musta’in Ahmad mengatakan, bahwa posisi wakaf di Indonesia sangat kuat karena dipayunghukumi Undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

“Seiring dengan kesadaran keagamaan yang tumbuh, seperti berzakat, bersedekah, wakaf pun demikian. ‘Makin hari orang berwakaf makin baik. Kita akan kelola ini, salah satunya dengan Rakorwil ini,” ujarnya.

Dirinya menyebut bahwa wakaf itu kurang populer. Karena itu, sudah waktunya pejuang wakaf bisa memainkan ‘tongkat’ yang difasilitasi pemerintah. Misalnya aktif dalam entreprenuer karena wakaf harus menjadi kekuatan ekonomi yang memberdayakan.

Pihaknya mengaku akan memperkuat kelembagaan wakaf dan peningkatan kompetensi nazhir. ”Wakaf itu teorinya lebih kuat dari zakat. Zakat itu kalau sudah selesai habis, wakaf itu terus ada sampai kiamat,” tambahnya.

Sementara Kabiro Kesra Pemprov Jateng sekaligus sebagai Ketua BWI Jateng, Imam Maskur menambahkan, salah satu persoalan yang akan dibenahi adalah terkait literasi nazhir yang kurang mendalam. Pasalnya, ada anggapan nazhir yang mengelola wakaf mendapatkan keseluruhan pendapatan wakaf, padahal semestinya hanya mendapat 10 persen saja, selebihnya dikembalikan untuk kesejahteraan umat.

“Yang jelas, sesuai arahan dari Prof Nuh, wakaf uang akan menjadi program prioritas kami ke depan. Ternyata manfaatnya sangat luar biasa,” pungkas Imam Maskur.

Ning Suparningsih