KUDUS (SUARABARU.ID) – Nasib kurang mengenakkan dialami Solikah (50) tahun asal Desa Blimbing Kidul, Kecamatan Kaliwungu. Niat hati memperjuangkan haknya atas tanahnya yang berpindah tangan tanpa hak, janda tua ini malah digugat balik oleh notaris sebesar Rp 1 miliar
Kuasa hukum Solikah, Teguh Santoso mengatakan kliennya awalnya berusaha memperjuangkan hak dengan mengajukan gugatan ke PN Kudus dengan register perkara No 14/Pdt.G/2022/PN Kds pada 28 Maret 2022 silam. Hal ini karena sertifikat yang semula atas nama kliennya, Solikah dan almarhum mantan suaminya tiba-tiba berubah menjadi milik orang lain.
Namun, dalam proses persidangan, beberapa pihak tergugat diantaranya Notaris/PPAT yang mengurus peralihan nama sertifikat tersebut balik menggugat dalam perkara sama (rekonvensi).
“Padahal klien saya hanya berusaha memperjuangkan haknya yang hilang,”ujar Teguh.
Lebih lanjut, Teguh kemudian menceritakan proses peralihan sertifikat tersebut terjadi pada tahun 2019 atas sebidang tanah di Desa Blimbing Kidul, Kecamatan Kaliwungu.
Sertifikat tersebut atas nama Solikah sendiri serta Sumardi (almarhum) yang notabene mantan suaminya.
“Sertifikat tersebut hasil pembelian tanah di tahun 1998 dan atas nama keduanya. Jadi, sertifikat tanah ini harusnya merupakan harta bersama antara Solikah dan Sumardi,”ujar Teguh.
Hanya saja, pada 2019 silam, Solikah dan Sumardi bercerai. Sumardi kemudian menikah lagi dengan perempuan lain yang sebenarnya sudah sejak lama menjadi isteri sirinya.
Dan sebelum meninggal, Sumardi juga telah menghibahkan sertifkat tanah tersebut kepada dua orang anak isteri barunya tanpa sepengetahuan Solikah.
“Selain atas nama berdua, klien saya juga memiliki tiga anak dengan Sumardi. Namun mereka juga tidak mendapat bagian apa-apa dari tanah tersebut,”paparnya.
Dugaan Mafia Tanah
Oleh karena itu, kata Teguh, kliennya berusaha mencari keadilan dengan menggugat dengan pihak tergugat salah satunya adalah notaris Dilla Fadhila Halimi.
Hal tersebut kata Teguh, karena pihak notaris merupakan pintu awal dari proses peralihan hak tanah semestinya selektif dalam memproses pengajuan yang masuk.
Apalagi, kata Teguh, kliennya yang namanya tercantum dalam sertifikat tersebut tidak pernah merasa tanda tangan dalam penghibahan tanah tersebut. Namun dalam akta hibah yang ada, tanda tangan Solikah ternyata tertera.
“Artinya ini ada tanda tangan yang dipalsukan,”ujarnya.
Teguh mengatakan, perjuangan kliennya untuk menggugat ini juga sejalan dengan semangat Kementerian ATR BPN untuk memberantas mafia tanah.
Apalagi, beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat BPN sudah menjadi tersangka atas dugaan mafia tanah semacam ini.
Ali Bustomi