Oleh: Amir Machmud NS
// senja membayangi siapa saja/ pun para bintang sepak bola/ acapkali ada yang tak bisa menerima/ hari telah berlalu/ dan senja mengisyaratkan malam segera tiba//
(Sajak “Kegelisahan Ronaldo”, 2022)
KALIAN simakkah, bagaimana mereka menikmati ambang senjakala?
Zlatan Ibrahimovic tak mau menyerah pada usia yang telah melewati batas-batas normal pemain bola.
Dulu, Paolo Maldini juga berjaya melawan hukum fisik olahragawan. Sama dengan pendahulunya, kiper juara dunia 1982 Dino Zoff, atau legenda Belgia Wilfried van Moer.
Gianluigi Buffon adalah contoh serupa. Batas lumrah kemampuan fisik dilewati dengan penampilan yang tak banyak berubah hingga usianya menyentuh angka 40. Refleks dan reaksinya tetap oke.
Apa pula yang kita simak tentang Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro?
Dia adalah satu di antara dua pemain terbaik sejagat dalam satu dasawarsa terakhir, di samping Lionel Messi.
Dalam usia menjelang 38, bersama Manchester United Ronaldo masih sangat diandalkan sebagai “monster gol”. Kini masa depannya bersama Setan Merah gencar dispekulasikan.
Sempat disebut-sebut diminati Manchester City, rival sekota MU, Ronaldo enggan memberi sinyal positif. Sikap itu diklaim sebagai ungkapan cinta kepada Manchester Merah, “rumah” yang telah membesarkannya.
Hanya semusim kembali ke Old Trafford dari petualangannya bersama Real Madrid di La Liga dan Juventus Liga Seri A, pemain asal Portugal itu seperti diliputi kabut kegelisahan.
Akankah dia memilih bertahan di bawah pelatih baru, Erik ten Hag?
Apa pula yang dia gelisahkan, sehingga menyatakan niat untuk pergi? Semata-mata lantaran ingin bertarung di Liga Champions-kah?
Ke klub mana dia ingin berlabuh dan menghabiskan sisa kariernya? Benarkah Chelsea meminati, atau dia akan disatukan dengan Leo Messi oleh pemilik Paris St Germain?
Fenomena Ibra
CR7 adalah “fenomena Ibrahimovic”, jenis pemain yang “tak kenal tua”. Dia tetap sosok yang memberi pengaruh, seperti ketika menjadi pembeda bagi Madrid (2009-2018) dan Juventus (2018-2021), juga dalam periode pertamanya bersama MU pada 2003-2009.
Dalam semusim periode kedua di Theater of Dream, Ronaldo membukukan 24 gol dari 35 laga di semua ajang.
Angka itu jelas menunjukkan produktivitas dan kelangkaan untuk pemain dengan usia 37.
Para pemain di atas usia 30: Lionel Messi, Karim Benzema, dan Robert Lewandowski juga masih menjadi mesin gol, tetapi Ronaldo unggul dari segi usia. Kebugaran itu dicapai dengan kemauan menjaga kebugaran, yang membuatnya tetap bersaing dengan para pemain usia 30-an.
Kapasitas teknis para bintang itu tidak diragukan, tetapi ketika usia terus bergerak, dan kondisi kebugaran berkurang, secara alamiah akan ada batas-batas yang menghentikan mereka.
Senja, pada akhirnya adalah garis yang tak terlawan.
Akankah Ronaldo terus melawan, seperti Ibra dan Buffon yang tak berhenti dalam perpacuan umur?
Kegelisahan
Cristiano Ronaldo tampaknya diliputi kegelisahan untuk tetap berada dalam orbitnya.
Suksesi kepelatihan dari Ralf Rangnick ke Erik ten Hag tidak menjamin dia akan selalu menjadi pilihan utama.
Spartanitas menjaga kondisi fisik yang melekat sebagai kebiasaan Ronaldo, apalagi kalau bukan untuk meyakinkan ekosistem klub bahwa dia masih figur terpenting?
Bagi Ten Hag, kebergantungan kepada salah satu sosok tentu bukan merupakan pilihan sikap. Apalagi para pemain MU juga dikabarkan keberatan terhadap keberadaan “tokoh yang menguasai ruang ganti”.
Rata-rata pelatih membangun kolektivitas tim, dan menjelang bergulirnya musim 2022-2023 ini, pelatih asal Belanda itu masih mereka-reka rancangan skematika. Memastikan sejumlah pemain yang dilepas berarti juga harus mendapatkan jaminan siapa saja yang bisa direkrut.
Dia mengharuskan Ronaldo tetap ikut program pramusim. Artinya, siap menerima realitas andai CR7 pergi. Namun tetap memasukkan nama Ronaldo sebagai opsi andai akhirnya dia bertahan.
Saya menduga, Ronaldo digelisahkan oleh masa depan, sementara ekosistem MU tak lagi membahagiakannya seperti yang dibayangkan pada awal dia kembali pada 2021 lalu. Apalagi Pasukan Teater Impian itu tidak memperoleh tiket Liga Champions.
“Telenovela” ini mewarnai persiapan Setan Merah memasuki musim 2022-2023. Inilah kisah kegelisahan seorang bintang yang bergerak ke ambang senja.
Tak sekadar keinginan pindah ke mana, lebih dari itu adalah ketidaksiapannya berada di luar orbit singgasana.
Ya, karena hidup dan hari-harinya adalah sepak bola…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —