TEGAL (SUARABARU.ID) – Walikota Tegal, Dedy Yon Supriyono berharap Sastra Tegal tidak tenggelam di tengah arus global, namun justru lebih menggema dan dikenal dalam dunia kesusastraan Indonesia. Harapan tersebut disampaikan Walikota saat acara Wisuda Sastrawan Tegalan yang dilaksanakan di Auditorium Universitas Pancasakti Tegal, Rabu (06/07/2022).
Wisuda Sastrawan Tegalan, merupakan acara yang diselenggarakan untuk memberi penghargaan kepada Penggiat Sastra Tegal. Walikota menyampaikan ucapan selamat kepada wisudawan dan wisudawati Sastrawan Tegalan. Ia mengapresiasi panita penyelenggara kegiatan yang menurutnya perlu untuk melestarikan Sastra Tegal.
“Nang wektu sing apik kiye enyong ngucapna matur kesuwun uga apresiasi maring panitia wisuda sastrawan tegalan, kayonge kejadian kiye kelebu unik, deyan tah mung ana nang Tegal thok, ana sastrawan diwisuda nang kampus. Kaya mahasiswa sing wis lulus studi,” ujar Walikota dalam sambutannya yang disampaikan dalam bahasa Tegal.
Ia mengaku, kehadirannya di acara Wisuda merupakan bentuk apresiasi kepada panitia dan mereka yang diwisuda. Ia yakin bahwa penyelenggara dan Universitas Pancasakti, dan yang diwisuda merupakan figur-figur yang memiliki dedikasi terhadap Sastra Tegal, mereka merupakan pejuang yang peduli majunya Sastra Tegal.
Walikota mencontohkan sosok Dr Maufur, yang merupakan tokoh akademisi yang aktif menulis dalam bahasa Tegal dan ini merupakan tanggung jawab kepada pelestarian Bahasa Tegal.
Hal tersebut, menurut Walikota merupakan tanggung jawab akademisi kepada lingkungannya, yang salah satunya merupakan wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pengabdian kepada masyarakat. “Kuwe mau sing arane tanggung jawab akademisi maring lingkungane. Kalebu salah sijine tri dharma perguruan tinggi, ya kuwe pengabdian masyarakat,” jelas Dedy Yon.
Sastra Tegal yang saat ini ada harus terus dirawat, tidak hanya sekadar sekadar sarana yang digunakan untuk berbicara dalan keseharian saja, melainkan menjadikan Bahasa Tegal bisa naik kelas menjadi ekspresi bacaan karya sastra di masyarakat.
Oleh karena itu, Ia mengajak Warga Tegal untuk terus semangat untuk melestarikan Bahasa Tegal, menulis Sastra Tegal agar Sastra Tegal menjadi lebih dikenal dunia kesusastraan Indonesia.
Ia berpesan kepada wisudawan wisudawati , jangan cepat berpuas diri terus berkarya, sebab menurut Dedy Yon menganalogikan Wisudawan dalam sebuah perguruan tinggi, setelah lulus, yang di tunggu adalah pengabdian dimasyarakat dalam mengamalkan ilmu yang dimiliki.
Atmo Tan Sidik salah satu penggagas acara tersebut menyampaikan bahwa ini merupakan acara wisuda yang pertama kali dilaksanakan. Mereka yang diwisuda merupakan penggiat Sastra Tegal, mereka yang diwisuda adalah penggiat yang minimal telah menghasilkan 10 karya Sastra Tegal, Baik itu puisi, cerpen maupun tulisan dalam bahasa Tegal, buku, skrip film dan karya sastra lainnya.
Untuk menjaga keaktifan wisudawan, acara wisuda yang akan dilakukan kedepan, para wisudawan yang saat ini diwisuda minimal harus menghasilkan 10 karya lagi.
Atmo Tan Sidik berharap ke depan, setelah mereka yang diwisuda mendapatkan pengakuan yang bersifat kultur, mereka akan makin produktif, dan Kota Tegal saat ini sedang ‘mekantar-kantar’ ada identitas lokal yang dipelihara melalui ideom-ideom sastra.
Sementara, pemerhati Sastra Tegal Yono Daryono menyampaikan bahwa pihaknya sudah menyelenggarakan Kongres Bahasa Tegal di tahun 2006. Namun kemudian dari hasil rekomendasi kongres, tidak disambut dan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait.
Ia menjelaskan bahwa salah satu hasil kongres untuk melestarikan Bahasa Tegal adalah dengan mengajarkan Bahasa Tegal di sekolah-sekolah kedalam muatan lokal. Ia mengkhawatirkan kondisi dimana anak-anak yang notabene berasal dari Kota Tegal namun tidak memahami Bahasa Tegal.
Ia berpesan agar, semua pihak bisa mendorong pelestarian Bahasa Tegal, salah satunya dengan terus berkaya dengan menulis dan terus menulis Sastra Tegal.
Sutrisno