blank
Desain "Pedhut di Hyang" berhasil jadi juara 1 lomba rancangan busana se-Jateng. Foto : SB/dok Dispartabud

WONOSOBO (SUARABARU.ID)-Desainer asal Wonosobo Alvin Ari Wibowo didukung Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) setempat dan berbagai pihak terkait berhasil menjadi juara 1 dalam “Lomba Rancangan Busana Bahan Dasar Lurik/Tenun ATBM/ATM” tahun 2022 ini.

Karya berjuluk “Pedhut Di Hyang” yang dilombakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta tersebut mengalahkan 34 Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah dan menjadi kebanggaan masyarakat Wonosobo.

Desain hasil garapan Alvin tersebut telah melalui beberapa tahap yaitu tahap seleksi dari 35 yang lolos seleksi awal ada 31 peserta, dan dari 31 peserta Juri memilih 18 peserta. Adapun dari 18 peserta akhirnya diperoleh 6 pemenang dari juara 1 hingga harapan 3.

Kepala Dispartabud Wonosobo Agus Wibowo, Jumat (1/7/2022), yang berkesempatan hadir dalam ajang tersebut mengatakan bahwa kemenangan tersebut sebenarnya sangat tidak terduga.

“Mengingat kain tenun di Wonosobo termasuk masih sangat baru dibanding dengan Kabupaten/Kota lain di Jawa Tengah yang mungkin lebih dulu mengenal tenun dan sudah tidak asing lagi dengan kerajinan tenun,” ujarnya.

Sedangkan dari Kabupaten/Kota lain, imbuh dia, tenun yang digunakan terbuat dari serat tumbuhan dalam hal ini kapas. Selain memang rancangan “Pedhut Di Hyang ini’ memang bagus, bahan yang digunakan juga istimewa.

Agus menambahkan wol domba yang dimanfaatkan untuk tenun ini berasal dari Domba Wonosobo (Dombos) yaitu jenis domba texel yang saat ini hanya ada di daerah pegunungan ini.

“Tidak semua domba bisa menghasilkan wol yang bisa ditenun seperti wol Dombos,” ungkapnya.

Karya Unik

blank
Tim yuri lomba rancangan busana berbahan tenun. Foto : SB/dok Dispartabud

Menurut para juri yang menilai yaitu Popy Darsono, Ayu Purhadi, dan Lisa Fitria yang kesemuanya merupakan para desainer dan ahli rancang busana di Indonesia, keunikan dari kain tenun yang digunakan oleh rancangan dari Wonosobo ini adalah kain tenun yang terbuat dari wol domba.

Lisa salah satu juri bahkan mengatakan rancangan busana berbahan wol dombos ini bisa diikutkan ke ajang bergengsi fashion di Paris tahun depan karena sangat menarik dan unik.

Popy Darsono juga mengatakan bahwa rancangan tenun wol dombos juga bisa menjadi ikon Wonosobo untuk disertakan ke ajang lomba rancang busana tingkat nasional tahun 2023.

Menurut Kepala Dipartabud, dombos sendiri adalah domba texel keturunan Belanda yang dikembangkan di Wonosobo.

“Pada tahun 1955 domba ini dikirim bibitnya dari Belanda ke beberapa daerah di Indonesia namun saat ini yang masih ada dan tumbuh dengan baik tinggal yang ada di Wonosobo,” terang Agus.

Populasi dombos sendiri semakin menurun padahal produksi dagingnya lebih banyak dibanding domba lokal. Sehingga perputaran ekonomi dombos kalah dengan domba lokal.

Karena itu, lanjut dia, saat ini Pemkab Wonosobo sedang menggenjot populasi dombos dengan menambahkan upaya inovasi pengolahan limbah bulunya setiap 6 bulan dicukur dan bulunya dimanfaatkan menjadi benang wol.

“Bulu wol selanjutnya ditenun menjadi kain tenun bulu domba, dan bulu2 pendeknya yg nggak bisa dibuat benang dijadikan isian bantal/kasur. Otomatis petani ternak dombos akan mendapatkan tambahan pendapatan dari penjualan bulu domba,” tuturnya.

Bulu Domba

blank
Para pemenang lomba rancangan busana foto bersama di TMII Jakarta. Foto : SB/dok Disparbud

Pemkab Wonosobo juga telah melakukan kerjasama dan menandatangani MoU dengan Solidaridad Network dari Belanda dalam hal pengelolaan bulu Domba Wonosobo.

Terkait kemenangan ini, Agus, menyampaikan apresiasi dan terima kasihnya kepada semua pihak yang telah mendukung.

Baik dari perancang busana, pembuat video profil, perajin tenun wol Dombos, peternak Dombos, Solidaridad dan semua pihak yang tidak bisa disebut satu persatu yang telah memberikan dukungan selama ini.

“Keberhasilan ini berkat kerja keras dari hulu sampai hilir,” ujarnya.

Sementara itu, sang perancang Alvin Ari Wibowo mengatakan bahwa rancangan “Pedhut Di Hyang” memiliki makna Di Hyang (Dieng) atau tempat para dewa, disebut sebagai negeri di atas awan yang memiliki pesona dan daya tarik tersendiri.

“Cikal bakal peradaban Hindu-Budha meninggalkan begitu banyak sejarah yang begitu indah untuk diceritakan turun-temurun,” jelasnya.

Alvin menambahkan bahwa desain ready to wear ini benar-benar sesuai dengan prinsip sustainable fashion yang memanfaatkan limbah bulu domba sebagai kain tenun wol lokal pertama di Indonesia. Hal ini sejalan dengan G20 yang juga bertema green economy.

“Konsep desain busana tersebut merupakan jacket hoodie unisex dengan cutting zero waste, identik dengan suasana dingin di dataran tinggi Dieng. Bahkan setiap tahun disekitar bulan Juli-Agustus suhu bisa mencapai -9 derajad”, terang dia.

Sedangkan untuk celana zero waste dengan tekhnik wrap pants mempertegas siluet bold dan edgy. Menggunakan kombinasi kain tenun wol Dombos warna misty gray dan tenun polos warna senada, seperti warna “Pedhut di Hyang” atau kabut Dieng yang mistis itu.

Muharno Zarka