WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Sebuah buku berjudul “Jejak Roda” dibedah Tabung Kreatif Digital dalam sebuah event bertajuk “Bedah Buku dan Nonton Bareng (Nobar) Film Suryaman” di PP Safinatunnajah Mekarsari Kalibeber Mojotengah Wonosobo Jawa Tengah.
Bertindak sebagai pembedah buku adalah Farid Gaban, seorang wartawan senior yang pernah bekerja di Majalah TEMPO dan Dandy Laksono, jurnalis investigasi yang juga sutradara film “Sexy Killer”.
Penulis buku “Jejak Roda” tak lain, Iman Ahmad Ihsan, seorang bag packer dan youtuber sekaligus dosen tehnologi informasi Unversitas Sains Al Quran (Unsiq) Jawa Tengah di Wonosobo.
Menurut Ihsan, demikian pria “jomblo” ini kerap disapa, buku “Jejak Roda” merupakan kisah perjalanan dirinya mengelilingi beberada sudut kota di Jawa Tengah. Berbagai fenomena alam dan lingkungan dicukil untuk ditulis menjadi sebuah buku.
“Saat keliling di beberapa daerah di Jawa Tengah, saya menemukan dan merekam fakta soal money politic, kerusakan alam, pencemaran lingkungan, persoalan ekonomi dan isu-isu sensitif di masyarakat,” kisahnya.
Percikan dan persoalan terserak yang acap luput dari perhatian publik itu, ujar Ihsan, dijumput untuk kemudian dinarasikan dalam sebuah tulisan dan lalu dibukukan.
Dikatakan, buku “Jejak Roda” dan film “Suryaman” ini saling berkaitan. Pasalnya, terdapat bagian-bagian pada buku ini yang harus diberikan visualisasi agar pembaca dapat lebih merasakan situasi yang sebenarnya.
“Buku ini dibuat bertujuan agar bisa digunakan sebagai media untuk diskusi anak muda dengan tema hubungan air dan manusia. Saya memiliki kegelisahan pada para pemuda yang kini sudah jarang mendiskusikan tentang masa depan alam ini,” tegasnya.
Jarang Diungkap
Dalam bedah buku dan obar film yang dirangkai dalam acara diskusi bertajuk “Hubungan Air dan Manusia” itu, Farid Gaban menilai tema yang diangkat dalam buku tersebut sangat menarik. Sebab, terkait dengan hajat hidup orang banyak.
“Sebab tema buku ini termasuk masalah yang jarang diungkap di ranah publik. Tentang kerusakan alam dan dampaknya pada manusia. Seperti alam minim pepohonan, kekeringan, galian pasir yang ugal-ugalan dan infrastruktur yang tidak adil,” sebutnya.
Pihaknya berharap buku dan film ini dapat menginspirasi beberapa pihak untuk memperbaiki semuanya, termasuk sistem politik. Selain itu, buku dan film ini sebagai bahan renungan bersama. Karena masalah ini harus dipecahkan. Hal yang dekat dengan keseharian manusia.
“Buat saya sendiri, buku ini, benar-benar menempeleng semua untuk lebih tergugah dengan tema yang diangkat. Orang kadang banyak memandang sepele tapi sebenarnya merupakan hal yang sangat urgen,” terang Farid Gaban.
Sementara itu, Dandy Laksono mengatakan saat ini banyak orang yang melakukan perjalanan. Orang suka traveling dan banyak yang sanggup memproduksi konten dengan berbagai macam motif.
“Namun yang jarang adalah orang yang bisa mengkombinasikan keduanya itu dengan pemaknaan. Banyak juga yang memilih berkunjung ke daerah yang instagrammable dibanding melihat kerusakan alam, seperti yang dilakukan penulis,” ucapnya.
Namun penulis buku ini, lanjut dia, lebih memilih ke tempat yang jarang diangkat atau diviralkan.
Tema yang diambil dalam buku dan film ini merupakan hal yang sangat vital yakni soal air. Dia berharap buku dan film ini dapat memberikan makna ke masyarakat.
Muharno Zarka