SEMARANG (SUARABARU.ID) – Ramainya pemberitaan terkait Rencana Naiknya tiket menuju Candi Borobudur ditanggapi Ketua DPD Asosiasi Desa Kreatif Indonesia (ADKI) Jawa Tengah, Zukruf Novandaya.
Menurut Zukruf, persepsi publik masih berbeda-beda terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam menaikkan harga tiket masuk Candi Borobudur sebesar Rp750 ribu.
Penerapan tarif Rp 750 ribu dibebankan untuk wisatawan yang hendak naik ke bangunan Candi Borobudur. Sementara tiket masuk Candi Borobudur hanya Rp50 ribu. Namun, wisatawan yang membayar tiket masuk Rp50 ribu hanya bisa masuk sampai di pelataran Borobudur.
“Mereka tak bisa naik ke area stupa. memasuki kawasan Candi akan tetap mengikuti harga yang sudah berlaku, dan pelajar juga akan diberi harga khusus yakni Rp 5.000 saja,” katanya, Rabu (8/6/2022).
Senada dengan Zukruf, Ketua DPP ADKI Bidang Penelitian & Pengembangan, Safri Halding, menyampaikan bahwa saat ini Candi Borobudur sedang mengalami tantangan sustainable tourism seperti perilaku vandalisme, menyelipkan benda tertentu di sela-sela batu candi, membuang sampah sembarangan.
Dampaknya, beberapa relief rusak dan kontur tanah turun sehingga pentingnya quality tourism di Candi Borobudur diterapkan untuk meningkatkan kualitas wisata serta kenyamanan dan keamanan destinasi wisata dan melestarikan kekayaan sejarah dan budaya nusantara.
“Alasan pemerintah untuk menjaga kelestarian candi dengan mengatur kualitas pengunjung ke Candi Borobudur merupakan langkah yang tepat sehingga harus didukung oleh semua stakeholder pariwisata dan kebudayaan,” katanya.
Menurut Safri, strategi tersebut berkaca pada beberapa negara tetangga yang secara kuantitas wisatawannya di bawah Indonesia namun tingkat kualitas atau belanja dari wisatawan asing lebih tinggi.
“Pengamat & Pelaku Parekraf Indonesia sudah harus berdiskusi tentang quality tourism bukan lagi quantity, misalnya Australia yang kunjungan wisatawan mancanegaranya di bawah Indonesia, bahkan tidak sampai 12 juta dalam setahun, namun tingkat quality tourism jauh tinggi dibanding Indonesia. Spending wisatawan itu hampir 4 kali lipat daripada kita. Ini menunjukkan quality tourism yang baik sekali,” jelas Safri.
Pentingnya quality tourism Candi di Borobudur diterapkan untuk melestarikan kekayaan sejarah dan budaya nusantara sehingga tercipta layanan prima bagi wisatawan.
“Sudah waktunya untuk naik tarif, mungkin besarannya yang perlu didiskusikan, selain regulasi yang top down, komunikasi bottom up juga perlu dilakukan pemangku kebijakan, agar penetapan ini juga dirasakan manfaatnya oleh desa desa kreatif yang berada disekitar Candi Borobudur,” tutup Safri.
(hery priyono)