blank
Berpose dengan salah satu kuil di Rock Fort Temple di Kota Trichy (Foto : Magda)

Oleh :Hadi Priyanto

TIRUCHIRAPALLI (SUARABARU.ID) – Dalam semua literatur yang pernah saya baca, India Kuno memiliki hubungan yang sangat erat dan lama dengan Kepulauan Nusantara yang kala itu disebut Jambudwipa. Bukan hanya perdagangan dan budaya tetapi juga militer.

blank
Kuil Uramigu Ucchi Pilayyar yang terletak di puncak bukit Rock Fort Temple (Foto : Magda)

Bahkan kerajaan Kalingga yang diyakini berada di Jepara juga berasal dari nama sebuah kerajaan di India selatan. Kerajaan Kalingga Jepara ini didirikan oleh beberapa kelompok dari Odisha Kuno. Mereka melarikan diri karena daerah Kalingga di India dihancurkan oleh Maharaja Ashoka dari Dinasti Maurya pada tahun 265 SM.

Kalinga adalah salah satu kerajaan di India pada masa pra-Islam, yang menjalin kontak intensif dengan negara-negara kepulauan Nusantara. Bahkan hampir di semua pulau besar Nusantara, memiliki jejak peninggalan Odisha mulai agama, candi, cerita pewayangan, strata sosial, kerajaan hingga seni.

Pedagang-pedagang Odisha atau Kalingga pada masa itu adalah yang pertama kali menyebut wilayah Kepulauan Nusantara sebagai “Jambudwipa”.

Karena itu ketika saya mendapatkan kesempatan mengunjungi salah satu kota tua di negara bagian Tamil Nadu yaitu Tiruchirapalli untuk sebuah acara keluarga, saya ingin menyaksikan pula peradaban kuno mereka. Sebab peradaban itu menjadi salah satu pembentuk peradaban Nusantara.

Saya dan keluarga sampai di Trichy pada tanggal 26 Mei 2022 jam 24.00 waktu setempat. Ada selisih waktu 1,5 jam dengan di Jawa.

Kami menginap di Rohini Aparthotel di Selai Road, Near, Kennapa Hotel, Trichy -18. Kami akan berada di Tiruchirapalli, atau Trichy, negara bagian Tamil Nadu hingga tanggal 5 Juni 2022.

Karena banyaknya kuil di kota Trichy, kota ini lebih sering menjadi tujuan perjalanan religius warga Tamil Nadu. Tak banyak turis asing yang saya jumpai. Bahkan sejak kami terbang dari Kuala Lumpur, 95 persen penumpang pesawat adalah warga Tamil Nadu. Paling tidak nampak pada cara mereka berpakaian, bahasa dan warna kulit mereka.

Ketika mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi pusat peradaban masa lalu, saya memilih mengunjungi Rock Fort Temple atau Benteng Batu Malaikottai di Tiruchirapalli. Sebab jaraknya hanya 2 km dari penginapan.Disamping itu, kuil ini termasuk yang terbesar dan ramai dikunjungi oleh umat Hindu. Ada yang datang untuk beribadah, tetapi banyak juga yang melakukan kunjungan wisata relegi.

Kuil Benteng Batu ini berdiri setinggi kurang lebih 83 meter. Pemotongan batu pertama konon dilakukan oleh Pallawa dan kemuduan dua candi diselesaikan oleh Nayak Madurai saat kerajaan Vijayanegara berkuasa.

blank
Pintu gerbang utama Rock Fort Temple. (Foto: Magda)

Benteng batu Malaikottai

Dari apartemen kami naik bus menuju Rock Fort Temple atau warga setempat menyebut sebagai Malaikottai. Tiketnya hanya 5 Rupe untuk penumpang laki-laki. Sedangkan penumpang perempuan gratis.

Dari halte tempat kami turun, untuk.menuju kuil kami harus berjalan kaki sekitar 150 meter. Jalan yang kami lalui banyak pedagang buah, sayur dan juga pernak-pernik khas India. Bahkan sampai pintu gerbang utama Rock Fort Temple jalan masih saja dipenuhi para pedagang.

Ketika kami mulai memasuki kuil yang terbuat dari batu ini sepatu dan sandal harus dilepas. Sebab tidak jauh dari tempat itu ada salah satu tempat bersemayam Dewa Ganesha. Dari tempat itu kemudian kami melanjutkan perjalanan menyusuri lorong – lorong batu kuil Vinayaka dan kuil Thayumanaswamy hingga mencapai puncak Rock Fort Tample, tempat dimana dibangun kuil Uramigu Ucchi Pilayyar.

Pada kompleks Rock Fort Temple ada tiga kuil yang terdapat di sebuah tebing tinggi. Ada 437 anak tangga menuju kuil di puncak bukit. Dari tempat itu pengunjung bisa melihat pemandangan landcape kota dan luasan sebaran permukiman Trichy.

Salah satu kuil di tebing ini adalah kuil Sri Thayumanaswamy. Namun kuil ini tidak boleh dimasuki oleh mereka yang tidak memeluk Hindu. Padahal bagian inilah yang menarik, karena kuil tersebut dipahat di bukit batu dengan arsitektur yang menakjubkan.

Kami pun kembali menaiki tangga sampai puncak bukit. Dari atas bukit itu nampak kota Trichy yang dipadati gedung-gedung, jalan, sungai dan kuil – kuil lain yang ada dibawah Rock Fort Tample.

Kuil ketiga di puncak bukit ini adalah kuil Uramigu Ucchi Pilayyar yang dibangun abad ke-7. Kuil ini dipersembahkan untuk Dewa Ganesha. Karena itu kuil ini terletak di puncak bukit. Menurut legenda, batu ini adalah tempat dimana Dewa Ganesha lari dari Raja Vibishana, setelah menetapkan dewa Ranganathaswamy di Srirangam.

Bentuk dan ukuran kuil ini seperti rumah. Ada dua kamar, jendelanya berteralis besi, lantainya marmer. Ada sebuah ruangan gelap di tengah ruangan yang menyimpan patung Ganesha.

Mengunjungi Benteng Batu Malaikottai yang didalamnya terdapat tiga buah kuil yang dibangun dari pahatan batu, kita seakan kembali pada masa kebesaran peradaban Hindu kuno yang jejaknya
masih dapat kita lihat di Indonesia sampai saat ini. Saya bersyukur bisa menyaksikan langsung kebesaran peradaban itu di pusatnya India.

Penulis adalah pegiat budaya Jepara dan wartawan SUARABARU.ID.