Antonius Benny Susetyo. Foto: tangkapan layar youtube

JAKARTA (SUARABARU.ID)– Antonius Benny Susetyo, pakar dan pengamat komunikasi politik, menyerukan kepada bangsa Indonesia, untuk tidak memberikan kesempatan kepada kediktatoran kembali berkuasa di negeri ini.

Pernyataan itu seperti yang diungkapkannya dalam video di kanal YouTube Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN), belum lama ini. Video berjudul ‘Marcos Jr Terpilih Menjadi Presiden Filipina: Alarm Bagi Demokrasi Indonesia’ itu, merupakan satu rangkaian dari video ‘Jangan Julid Bosque Bersama Om Ben’, Kamis (12/05/2022).

Benny, sapaan akrabnya menyatakan, kemenangan Marcos Jr atau lebih dikenal dengan nama Bongbong Marcos, dengan lebih dari 50 persen suara, menyatakan betapa mudahnya masyarakat Filipina melupakan kediktatoran, kekorupan dan kekerasan yang sebelumnya diciptakan ayahnya, Marcos Sr.

BACA JUGA: Polresta Surakarta Bersama Serikat Buruh Kota Surakarta Gelar Silaturahmi dan Bhakti Sosial.

”Ini fenomena yang harus diperhatikan, dan menunjukkan gagalnya konsolidasi demokrasi di Filipina. Dimana kemiskinan, kekerasan, dan ketidakbebasan hidup terjadi begitu rupa, sehingga masyarakat mengalami situasi yang tidak menyenangkan,” jelasnya dalam video itu.

Benny melanjutkan, Marcos Jr mampu membuat orang melupakan kekejaman masa pemerintahan ayahnya, sehingga masyarakat Filipina membayangkan kemegahan di masa kepresidenan Marcos Sr.

”Dia membuat orang lupa. Kesan glamour, kestabilan, memberikan harapan kepada masyarakat, dibandingkan dengan Duterte,” lanjut dia.

BACA JUGA: Penerapan PTM 100% Harus Kedepankan Faktor Kebersihan Lingkungan dan Kesehatan

Benny juga menunjuk pada kegagalan masa pemerintahan setelah Marcos Sr, yang tidak memberikan kesejahteraan yang diinginkan masyarakat Filipina, setelah Marcos Sr turun dari posisi presiden.

”Jatuhnya rezim Marcos Sr menandai mulainya era demokrasi Filipina. Namun naiknya Corazon Aquino yang adalah istri dari mendiang Beniqno Aquino Jr, dan presiden-presiden selanjutnya, tidak memberikan solusi kepada masyarakat Filipina,” tutur dia.

Menurutnya, demokrasi tidak terbangun, karena tidak memberikan kesejahteraan, kebebasan, korupsi tetap tinggi, dan hidup sejahtera tidak terjadi di Filipina. Dia menjelaskan, bagaimana kultur politik di Filipina, dan faktor terpilihnya Bongbong Marcos sebagai presiden Filipina.

BACA JUGA: Dirjen PAUD Beri Keleluasaan Daerah Berinovasi

”Politik didominasi tuan tanah, senator-senator memiliki tanah, dan mereka membeli suara dari tanah dan keringat rakyat kecil. Oligarki yang berkuasa. Kesenjangan luar biasa terjadi antara kelas elite dan kelas rakyat. Rakyat tidak memiliki kekuatan. Demokrasi pun dibajak dengan kekuatan kapital,” papar dia panjang lebar.

Benny juga menunjukkan, betapa media sosial menjadi alat yang sangat efektif dalam berkampanye. Hal itu pula seperti yang dilakukan Bongbong.

”Dia menggunakan media sosial, memberikan janji utopis kepada masyarakat. Mereka yang bosan menghadapi ketidakpastian, akhirnya tertarik dengan janji kestabilan dan kemegahan, dan memilihnya menjadi presiden,” ulasnya.

BACA JUGA: Kirim Tuntutan ke Bupati Klaten, MAKI Minta Aset PNPM Tidak Dipindahkan ke BUMDESMA 

Benny pun mengingatkan kepada bangsa Indonesia, tentang apa yang bisa dipelajari dari fenomena terpilihnya Bongbong Marcos sebagai presiden Filipina.

Disebutkan dia, ada tiga hal yang harus diperhatikan. Yang pertama, konsolidasi demokrasi tidak bisa berhenti. Dibutuhkan media masa yang kritis, dan mengingatkan akan bahaya masa lalu, serta menjadikannya sebagai pembelajaran. Media juga harus seimbang dalam pemberitaan, dan sejarah masa lalu harus diungkapkan.

Kedua, jangan sampai konsolidasi politik gagal. Politik tanpa gagasan dan tidak bisa memperbaharui dirinya, akan membuat masyarakat merindukan masa lalu. Ketiga, masyarakat sipil harus menjaga agar demokrasi tetap dan selalu berlangsung dalam waktu lima tahunan.

BACA JUGA: Fakultas Psikologi USM Gelar Halalbihalal

Benny juga memberikan pernyataan, demokrasi tidak langsung memberikan apa yang diinginkan masyarakat. Tetapi demokrasi dapat menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi.

”Demokrasi memang tidak langsung memberikan kesejahteraan, tetapi menjamin kebebasan menyampaikan pendapat, serta kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah. Demokrasi butuh proses. Belajarlah berdemokrasi dengan mau menjalani prosesnya, dan tidak mengulangi kediktatoran. Jangan sampai muncul tirani baru,” pintanya.

Riyan