blank
Aksi mengenang genap dua tahun meninggalnya Sang Maestro Didi Kempot, digelar di pedestrian Ngarsopura, Kota Solo.

SOLO (SUARABARU.ID) – Pengamen jalanan duet Dhimas Kernet dan Sugeng, mendendangkan lagu-lagu hit Didi Kempot. Ini dilakukan untuk mengenang genap dua tahun meninggalnya Sang Maestro penyanyi dan pencipta lagu Campursari yang legendaris tersebut.

Acara mengenang sang legenda tersebut, digelar Kamis (5/5) di pedestrian Ngarsopura, Kota Solo. Diprakarsai Presiden Republik Aeng-Aeng, Mayor Haristanto, dengan melibatkan pula Pembina Musik Perkusi Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Solo Sugian Noor.

Lahir di Solo Tanggal 31 Desember 1966 dengan nama Didik Prasetyo. Didi Kempot adalah putra Seniman Tradisional Hadi Suranto (Mbah Ranto Edi Gudel), dan adik kandung pelawak senior Sri Mulat Mamiek Prakoso.

Meninggal pada Tanggal 5 Mei 2020 dalam usia 53 tahun. Penyanyi genre Campusari, Congdut dan Koplo ini, digandrungi banyak kaum muda yang tergabung dalam komunitas Sobat Ambyar. Kepada Didi Kempot, mereka memberikan gelar Lord Didi sebagai Godfather of Broken Heart.

Itu erat kaitannya dengan lagu-lagu ciptaan Didi Kempot yang kental dengan tema patah hati, kesedihan dan kehilangan. Ada sekitar 700 lagu yang diciptakan dan sebagian besar menggunakan syair berbahasa Jawa.

Broken Heart

Dalam aksi mengenang dua tahun meninggalkan Didi Kempot, ikut dipajang backdrop unik yang menampilkan 5 fotonya berukuran jumbo. Masing-masing foto The Lord of Broken Heart itu berukuran 1 x 2 Meter, kenangan saat dia menggelar konser di Solo Baru Tahun 2020.

Mayor Haristanto, tokoh kreatif Kota Bengawan peraih 31 anugerah pemecahan rekor dunia dari MURI, mengatakan, aksi di pedestrian Ngarsopura ini, sekaligus untuk menyambut para pemudik Lebaran Idul Fitri 1443 H.

”Saya pengagum Didi Kempot, ikut terharu karena ada yang mengenangnya bahwa hari ini genap 2 tahun sang Maestro wafat,” ujar Novita pemudik Lebaran yang telah dua hari datang di Solo.

Mayor Haristanto, mengatakan, aksi mengenang 2 tahun sang legenda ini, dimaksudkan untuk meneladani ketokohannya. ”Sang maestro ini juga pantas diteladani, karena almarhum konsisten menggunakan bahasa ibu, yaitu bahasa Jawa,” tandasnya.

Bambang Pur