blank
Muhammad Mustajib S, pegiat literasi Jepara yang tergabung dalam Asosiasi Guru Pegiat Literasi (AGPL) Kabupaten Jepara

Oleh : Muhammad Mustajib S

Ini tentang tradisi syawalan yang kebetulan jatuh pada hari Senin, (9/5-2022) lusa. Sedangkan  pemerintahan daerah melalui surat edaran tentang hari libur lebaran Idul Fitri menetapkan mulai tanggal 30 April sampai tanggal 6 Mei sebagai hari libur lebaran Idul Fitri atau cuti bersama.

Kemudian terhitung mulai hari Sabtu tanggal 7 Mei 2022  sudah masuk kerja atau hari efektif bagi pelajar. Ini berarti hari Senin tanggal 9 Mei 2022 , dan seterusnya ASN dan siswa harus aktif dalam pembelajaran.

Sementara seminggu setelah lebaran Idul Fitri warga Jepara memiliki tradisi syawalan atau kupatan yang diwarisi turun menurun dari nenek moyangnya. Tradisi ini biasa dilakukan seminggu setelah umat Islam merayakan kemenangan di hari raya Idul Fitri.

Syawalan merupakan tradisi “bodho loro” atau masyarakat biasa menyebut “bodho kupat”. Pada hari itu warga muslim bersedekah dengan makanan kupat dan lepet.

Selain itu pada hari itu juga ada acara sedekah laut yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan nelayan Jepara. Acara sedekah laut ini kemudian dilanjutkan dengan tradisi “lomban” yang bisa diartikan adanya perlombaan mengarungi lautan atau gelombang yang berarti melaut.

Maka ramailah sepanjang pantai Jepara warga meramaikan dengan menaiki perahu ke pulau-pulau  kecil di kabupaten Jepara, misalnya Pulau Panjang. Tradisi ini tentunya menjadi aset wisata yang mampu meningkatkan income pemerintah daerah pasca pandemi covid selama dua tahun lalu.

Diskresi Libur, Mungkinkah ?

Jika ketentuan libur lebaran Idil Fitri selalu berpedoman pada libur nasional, maka tertutup peluang para pelajar, karyawan dan SN  untuk bisa belajar kearifan budaya lokal  dengan menghayati langsung prosesi lomban dan  tradisi “bodho loro” atau masyarakat biasa menyebut “bodho kupat” karena pada hari itu warga muslim bersedekah dengan makanan kupat dan lepet.

Karena itu baik jika , pemerintahan daerah membuat kebijakan dalam upaya menjaga kearifan lokal berupa tradisi syawalan atau kupatan. Pemerintah daerah harus memberikan ruang gerak dan apresiasi kepada masyarakat agar bisa ikut memiliki dan menjaga kearifan lokal tersebut.

Kebijakan tersebut misalnya  ada kebijakan yang bersifat diskresi  dengan memberikan hari libur pada hari perayaan syawalan atau kupatan pada besok lusa atau pada tahun depan jika lomban tidak hari libur atau hari libur nasional. Kebijakan ini juga diharapkan berlaku pada hari-hari perayaan kearifan lokal yang lainnya.

Penulis adalah pegiat literasi Jepara yang tergabung dalam Asosiasi Guru Pegiat Literasi (AGPL) Kabupaten Jepara dan pemerhati kearifan lokal.