Jemunak
Ponisih dan Kasirah serta Heru Wiyanta , warga Dusun Karaharjan, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, generasi ketiga penerus makanan khas Ramadan Jemunak. Foto ; Yon

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)- Di bulan Ramadan seperti saat ini ada makanan tradisional di Dusun Karaharjan, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang  yang sengaja dibuat dan dijual  hanya bulan Ramadan.

Nama makanan tersebut mungkin sangat asing di telinga kita, yakni Jemunak yang terbuat dari campuran beras ketan, ubi singkong, parutan kelapa dan kinco ( kuah agak kental terbuat dari gula merah yang dicairkan ) sebagai pecitarasa manis.

Konon nama Jemunak tersebut merupakan singkatan dari  Bahasa Jawa ngajeng-ajeng nemu kepenak.  Yang mempunyai arti, berharap bisa menemukan hidup yang mulia.

Jemunak
Jemunak, makanan tradisional khas Dusun Karaharjan, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang dan hanya tersediadi bulan Ramadan. Foto: Yon

Selain hanya dibuat di bulan Ramadan, pembuat Jemunak tersebut hanya satu keluarga saja yakni Keluarga Mbah Mulyodinomo. Makanan Jemunak tersebut merupakan  usaha turun-temurun yang diwariskan neneknya dan kini telah beralih ke generasi ketiga yang ada di keluarga tersebut. Yakni, Ponisih dan Kasirah serta Heru Wiyanta ( anak Kasirah)

“Usaha makanan khas Ramadan, Jemunak ini merupaka  usaha turun-temurun yang diwariskan oleh nenek buyut,” kata Heru Wiyanta, Selasa ( 5/4/2022).

Heru mengatakan, selama ini dirinya membantu orangtua dan budhenya  untuk menumbuk beras ketan dan singkong dengan menggunakan lumpang ( bejana yang terbuat dari batu) dengan untuk menumbuknya menggunakan alu (antan).

Sebelumnya, bahan baku Jemunak tersebut sudah dikukus  di dalam dhandhang ( semacam panci yang digunakan untuk mengukus makanan) dan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk menanak beras ketan dan mengukus ubi sinkong.

“Saya membantu kebagian pekerjaan yang membutuhkan tenaga ekstra yakni menumbuk beras ketan dan singkong hingga luket ( menyatu). Sedangkan ibunya dan budhe  kebagian pekerjaan seperti menanak beras ketan dan singkong dan membungkusinya,” kata Heru Wiyanta.

Ia menambahkan, keluarganya tetap melestarikan makanan tradisional tersebut dan membuat serta menjuanya hanya  di bulan Ramadan saja. Hal itu, dikarenakan mengikuti jejak dari buyutnya. Mengingat sedari dulu Jemunak telah menjadi ikon  bulan Ramadan di Desa Gunungpring. Setiap Ramadan pasti ada jemunak.

“Kalau dijual tidak di bulan Ramadan nanti ciri khasnya hilang,” katanya.

Heru mengatakan, pembuatan Jemunak tersebut dilakukan setiap  awal Ramadan hingga dua hari menjelang lebaran. Dan, setiap harinya 500 bungkus Jemunak dibuat dan dipasarkan di sejumlah pedagang makanan datang ke rumahnya untuk membeli atau  memesannya. Sehingga tidak perlu berkeliling, barang dagangannya habis di rumah,

Untuk membuat 500 bungkus Jemunak ia menyiapkan ketela 20 kilogram, beras ketan lima kilogram, gula jawa lima kilogram serta tiga butir kelapa. Satu bungkus Jemunak dijual dengan harga Rp 2.500.

Tuti salah satu pembeli Jemunak mengatakan, dirinya membeli sebanyak 30 bungkus makanan khas Desa Gunung Pring, Muntilan tersebut dan akan dikirimkan ke salah satu temannya yang ada di Pulau Kalimantan.

“Teman saya meminta untuk dikirimi Jemunak,karena penasaran akan rasa dan bentuk dari makanan Jemunak ini,” katanya. Yon