blank
Para perempuan berkebaya sementara yang lelaki berpaakaian surjan lurik, membawa keranjang makanan dalam nyadran di Sepujud. Foto: Widiyartono R.

TEMANGGUNG (SUARABARU.ID) – Jalan setapak menuju pemakaman Suroloyo atau Sepujud di sebuah bukit, di Desa Kupen, Kranggan, Kabupaten Temanggung mendadak ramai, Jumat Paing pagi (1/4/2022) lalu.

Ratusan orang menapaki jalan beton yang menanjak tajam dan licin tak jauh dari lokasi Embung Soropadan ini. Sebagian dari mereka mengenakan pakaian lurik dan blangkon.

Warga yang datang membawa keranjang berisi makanan, berupa nasi dan segala lauknya, dan makanan kecil lainnya. Dari 270-an yang hadir, sekitar 70 keluarga menyediakan masing-masing lima keranjang atau besek.

Selain dibagikan kepada undangan, setelah acara selesai, juga dibagikan kepada warga lain yang membutuhkan, termasuk untuk penghuni panti asuhan.

Ya, dua hari menjelang Ramadan seperti –yang diumumkan pemerintah dimulai 3 April 2022—hari itu warga Soropadan, Kecakatan Pringsurat, Temanggung melaksanakan kegiatan nyadran di makam Sepujud. Benar-benar injury time, karena sudah mepet dengan Ramadan.

blank
Warga membawa keranjang berisi makanan, yang nantinya akan dibagikan seusai acara. Foto: Widiyartono R.

Meski demikian, tercatat ada 270 orang yang datang dalam kegiatan nyadran yang dilaksanakan pada bulan Ruwah tiap tahun itu. Nyadran bermula dari kata sraddha dalam bahasa Sanskerta yang artinya “keyakinan”.

Dari kata sraddha itu kemudian muncul kata sadran (nomina) dan nyadran (verba) yang kemudian bermakna “suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur”. Itulah yang dilakukan warga Soropadan, dan juga warga lain di Jawa pada umumnya.