Walau secara lisan, ijazah ilmu petak Sayyidina Ali sudah diikhlaskan untuk saya pribadi dan diperkenankan untuk ditulis dalam buku, akan lebih baik jika Anda mengambil langsung dari sumbernya atau dengan orang yang memahami keilmuan tersebut. (TMT)

Kisah Pasidin

Adalah Pasidin, pawang hujan yang saya kenal baik dari tetangga desa. Selain pawang hujan, dia juga pawang tikus. Karena keahliannya, dia sering dimanfaatkan para petani.

Pasidin lebih terbuka, ada yang minta ilmunya-ilmunya. Menurutnya, siapa pun bisa memiliki ilmunya asal sungguh-sungguh dan kuat tirakat, yaitu puasa satu hari satu malam pada hari Kamis malam Jumat, pada bulan Sura.

Cara Pasidin, saat akan “memindah” (turunnya) hujan, dia mengucapkan mantra:  Bismillah, Nabi Muhammad, Siti Fatimah, Bathara surya, Surya kantha, Dhanyang ……… (sebut nama desanya) kula nedha bantuan nisehake atau ndhatengake udan (artinya: saya minta bantuan menyingkirkan atau mendatangkan hujan), dst.

Kalau untuk  memindah hujan, mantranya ditambah: “Kula nyuwun sinare Bathara Surya.”  Sedangkan untuk mendatangkan hujan, ditambah : “Kula nyuwun kringete Bathara Surya. (saya minta keringatnya Bathara Surya).

Ada juga cara lain menambak hujan, dengan merokok di halaman rumah sambil membaca mantranya. Dan selama itu dia juga menjauh dari air –termasuk minum, mandi– bahkan makan pun serba kering (tanpa kuah). Selain itu, dia juga tidak mandi selama menjalani pemawangan itu.

Di antaranya minta bantuan didoakan  kerabat yang sudah meninggal dari pihak keluarga yang minta bantuan. Namun ada tradisi para pawang hujan yang justru mengharap bantuan doa dari orangtua atau leluhur yang sudah meninggal dari pihak yang minta bantuan memawangi hujan.

Ada juga cara lain yang dimanfaatkan para pawang. Yaitu mendatangi kuburan sesepuh desa lalu berdoa berwasilah. Mereka meyakini  doa orang yang sudah meninggal (yang semasa hidupnya berperilaku baik) itu doanya lebih makbul, dibanding doa orang yang masih hidup. Karena mereka itu sudah tidak makan nasi dan garam, seperti orang  tirakat, sehingga doanya diyakini lebih ampuh.

Setiap pawang punya tradisi berbeda. Misalnya, saat diminta bantuan memawangi, acara pernikahan, dsb, ada yang ziarah ke makam leluhur dari pihak keluarga yang minta bantuan menyisihkan hujan.

Setiap pawang membaca mantra sesuai alirannya. Selain mantra yang “serius” kadang ada mantra jenaka, misalnya :  langite ora sida udan lamun udan mung sak uyuh jaran. (Langit tidak jadi hujan, andaikan hujan pun hanya seukuran kencing kuda). Mantra itu dibaca sambil menancapkan sapu lidi dalam posisi terbalik.

 

blank
Ilustrasi

Baca juga Kesaktian Versus Logika

Menolak Hujan Rahmat?

Hujan adalah rahmat, namun ada pendapat, menyingkirkan (sesaat) hujan itu sepanjang ada nilai manfaatnya, diperbolehkan. Bahkan dalam suatu riwayat ketika  suatu daerah kebanjiran, hewan-hewan ternak hanyut, Nabi SAW berdoa agar hujan diturunkan di tempat lain yang tandus, di gurun-gurun, dsb.

Nabi Muhammad SAW berdoa  Allahumma hawalaina walaa ‘alaina, Allahumma ‘alal aakami wal jibali, wazh-zhirabi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy-syajari. (Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk untuk merusak kami. Ya Allah turunkanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan). Jadi, sepanjang ada kebaikan didalamnya, diperbolehkan.