Oleh : Achmad Sulchan
PEMILIHAN Umum (Pemilu) adalah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujutkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan dan atau presiden/wakil presiden, gubernur/wakil gubernur maupun wali kota/wakil wali kota serta bupati/wakil bupati, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan negeri, yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
Untuk lebih mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat dan dengan telah dilakukannya peraturan perundang-undangan bidang politik, perlunya menata kembali penyelenggaraan pemilihan umum secara demokratis dan transparan.
Pemilihan umum merupakan salah satu dari sekian banyaknya hak asasi warganegara yang sangat prinsipil. Karena dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah, suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan asas, bahwa rakyat adalah yang berdaulat.
Maka suatu pelanggaran terhadap hak-hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilihan umum atau memperlambat atau menunda pemilihan umum tanpa persetujuan dari wakil-wakil rakyat. Mengingat pemilihan umum merupakan sarana, agar terjadinya peralihan kekuasaan secara damai. Oleh karena itu pelaksanaannya tidak boleh ditunda-tunda, kecuali dengan seizin rakyat melalui wakil-wakilnya.
Dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung setiap lima tahun sekali di Indonesia, dimulai pada tahun 2004, 2009, 2014 dan 2019, telah berjalan dengan baik tanpa halangan sesuatu yang berarti, karena berjalan langsung, umum, bebas, rahasia (luber) dan jujur dan adil (jurdil).
Penundaan dilakukan apabila harus melalui mekanisme persetujuan dari wakil-wakil rakyat, melalui Amandemen (perubahan atau penyempurnaan) Undang-Undang Dasar, sesuai pasal peralihan. Karena tanpa melalui Amandemen Undang-Undang Dasar, dapat dikatakan pelanggaran, dan dapat pula dikatakan mencederai hak-hak warga negara.
Selain itu, apabila penundaan pemilu dilakukan, maka Presiden harus menyatakan dalam keadaan bahaya, sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang.
* * * * *
Sehingga tidak ada alasan kalau pemilihan umum harus ditunda, karena pandemi covid-19 dan atau adanya krisis ekonomi ataupun alasan yang lain. Kecuali Presiden menyatakan keadaan bahaya, dimana syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan oleh undang-undang.
Sesuai Pasal 12 Undang-Undang Dasar menegaskan, “Presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”.
Ukuran bagi Presiden untuk menyatakan suatu keadaan bahaya yaitu, tingkatan keadaan bahaya yang setimpal, ialah suatu intensitiet peristiwa/keadaan yang mengkhawatirkan bagi berlangsungnya kehidupan negara dan masyarakat.
Selain daripada sebab-sebab/alasan-alasan yang lazim dipakai untuk menentukan apabila keadaan bahaya, dapat dinyatakan juga disebut sebagai sebab/alasan terancamnya ketertiban hukum oleh kerusuhan-kerusuhan atau gangguan-gangguan lain.
Dengan adanya hal-hal tersebut, penundaan Pemilu 2024 sulit rasanya untuk dilakukan, apalagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tanggal pelaksanaan pemilu sesuai kewenangan KPU, berdasarkan undang-undang.
Hal ini sudah pula diketahui oleh penduduk dan atau rakyat Indonesia, yang berjumlah 250 juta jiwa lebih. Tentu akan menjadi catatan tersendiri, apabila akan melakukan penundaan. Sehingga wacana penundaan diharapkan untuk tidak ditindaklanjuti demi menjunjung tinggi hak-hak asasi warganegara Indonesia yang sudah tenteram, aman dan sejahtera.
— Dr H Ahmad Sulchan SH MH Dosen Fakultas Hukum Unissula Semarang —