Ganjar mengutip lirik lagu Nasidaria, “Wartawan Ratu Dunia”, “Bila wartawan memuj/, dunia ikut memuji/ bila wartawan mencaci/ dunia ikut membenci…”

Dia berharap, HPN menjadi ruang agar perjuangan jurnalistik “ora kepaten obor”, yaitu perjuangan sebagai salah satu tiang demokrasi sekaligus perjuangan sebagai salah satu penjaga kemanusiaan.

Lagu karya Ahmad Buchori Masruri alias Abu Ali Haidar (dianggit pada akhir 1970-an) yang disitir Ganjar Pranowo itu, antara lain melirikkan syair ini, //Bila wartawan memuji/ dunia ikut memuji/ bila wartawan mencaci/ dunia ikut membenci/ bila wartawan terpuji/ bertanggung jawab berbudi/ jujur tak suka berdusta/ beriman serta bertakwa/ niscaya besar jasanya dalam membangun dunia//

Frasa-frasa idealistik tersebut merupakan representasi prinsip-prinsip perilaku jurnalistik, berupa nilai-nilai etis jujur mengungkap fakta, bertanggung jawab, serta jujur dalam membentuk opini publik (Amir Machmud NS, Estetika Jurnalistik, 2019).

Media-Negarawan

Bagaimana membangun kampanye tentang wartawan/ media dengan sikap negarawan?

Apakah hanya berpihak kepada fakta? Atau ada segi-segi yang patut disampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk mengisi ruang opini publik?

Kebeningan sikap akan memastikan pilihan-pilihan keberpihakan penyajian media dalam sebuah kontestasi. Apabila sikap ini yang dipilih, tentu — misalnya – kita akan mencoba menjadi representasi publik untuk memberi dukungan kepada calon pemimpin di semua level (bangsa, provinsi, kabupaten/ kota) dengan pemenuhan syarat yang “Indonesia banget”.

Terjemah dari syarat ini adalah figur yang — dari sisi media — memenuhi standar kebeningan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. Yakni menembus sekat sosial, dan terbebas dari tendensi SARA.

Untuk visi ini, tentulah dibutuhkan informasi-informasi yang berkarakter “negarawan”, bukan informasi pragmatis untuk keberpihakan atas nama kepentingan jangka pendek.

Oleh antropolog media Amirudin Machroes, informasi itu diistilahkan “berkarakter the king”. Dalam prolog buku Media, Narasi Kepemimpinan, dan Normal Baru, dia menegaskan, informasi itu harus dihasilkan oleh suatu aktivitas produksi informasi yang berkarakter kingdom yang padat aturan, sistem nilai, dan tata cara. Dan, jurnalisme adalah aktivitas produksi informasi yang telah di-well establish, yang telah diberi mandat oleh konstitusi sebagai aktivitas fiduciary untuk memenuhi kebutuhan informasi 02 dalam kerangka pemenuhan hak asasi manusia berupa right to know dan right to express warga.

Dalam kerangka itu, jurnalisme telah diberi perlindungan dan payung kemerdekaan pers oleh Undang-Undang Pers agar ia sanggup menghadirkan informasi yang benar di ruang civil society yang berkarakter the king (Amir Machmud NS, Media, Narasi Kepemimpinan, dan Normal Baru, 2020).

Bagi wartawan dan media, mengisi dinamika ruang opini publik menjelang kontestasi politik 2024 pada akhirnya membutuhkan sikap berjurnalistik dan bermedia yang berbingkai utuh kepentingan bangsa. Dibutuhkan wartawan dan media yang “mengindonesia”, dalam nilai, harapan, dan tujuan kesejahteraan.

 

— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah