“Kami juga ingin kaum disabilitas mempunyai keterampilan yang bisa membantu dirinya dan ekonomi keluarganya. Memberikan perhatian dan semangat untuk mereka semua,” harap Ningsih.
Ella Cahyaning Maghfuroh, pegiat Pattiro Semarang menjelaskan ide awal pendataan disabilitas di Kelurahan Sendangguwo adalah dari kelompok perempuan. Perkiraan data disabilitas banyak. Namun belum mendapat perhatian pemerintah tingkat kelurahan.
“Mereka (kelompok perempuan) merumuskan dan mengidentifikasi data disabilitas tinggi. Tidak terlihat sebagai masalah di tingkat kelurahan,” terangnya.
Melalui pendataan yang sudah dilakukan oleh kelompok perempuan Sendangguwo, ke depannya harus terus dilakukan pendataan. Agar data disabilitas bisa masuk ke sistem data yang ada di kelurahan dan dinas sosial.
“Dampaknya ada bantuan dari pemerintah desa, setelah ada data,” tuturnya.
Selain itu bisa menjadi data acuan untuk dinas terkait. Apabila ingin menyelenggarakan acara yang melibatkan kelompok disabilitas. Bisa sesuai data yang ada dan tepat sasaran.
Sementara itu, Amrinalfi Khair Wijayanto, Field Officer Program SPEAK Kota Semarang mengatakan tantangan pendataan disabilitas adalah data di dinas atau pemerintah berbeda. Terutama pada kecepatan pemutakhiran data. Melihat hal tersebut ada semangat dari kelompok perempuan Sendangguwo untuk melakukan pendataan secara real time.
“Hasil dari pendataan secara langsung ternyata jumlahnya cukup banyak. Beberapa penyandang disabilitas memang belum terdata,” bebernya.
Tantangan lain , lanjut Amri, adalah akses rumah yang cukup jauh dari layanan kesehatan, membuat keluarga disabilitas tidak mengaksesnya. Selain itu juga tidak semua keluarga mengakui kalau memiliki keluarga yang disabilitas.
Sehingga pendataan dari dinas sulit tercapai. Pendataan yang digawangi oleh ibu Peniningsih, mengerahkan kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan kelompok perempuan secara langsung, dari rumah ke rumah.