Oleh: Amir Machmud NS
// menjulang di pucuk singgasana/ dia maharaja/ memberi tuah istana Si Merah/ dia tabur kebajikan/ menebar ke semesta dunia/ dia berikan makna/ pancaran indah di balik bundar bola…//
(Sajak “Mo Salah”, 2022)
SEPENTING apakah seorang Mohamed Salah Hamed Mahrous Ghaly bagi Liverpool?
Pastilah dia teramat dibutuhkan di antara elemen-elemen penting yang lain.
Dalam kolektivitas sistem permainan, ketangguhan Alisson Becker di bawah mistar membutuhkan pengimbang ketajaman sekelas Mo Salah di lini penyerang.
Bukankah kekokohan Virgil van Dijk mengawal benteng Pasukan Anfield butuh jaminan kemanfaatan dengan gol-gol seorang Salah?
Kerancakan transisi menyerang lewat kreativitas Roberto Firmino juga takkan berguna bila tidak diimbangi naluri membunuh sang eksekutor utama, Mohamed Salah.
Dan, manuver Sadio Mane untuk mengacak-acak kotak penalti lawan, dengan siapa lagi kalau bukan Mo Salah?
Si Raja Mesir itu memainkan peran penting sejak direkrut dari AS Roma pada 2017. Dia menjadi jaminan kesuburan gol bagi Liverpool.
Andai pemain yang telah mencecap petualangan bersama FC Basel, Chelsea, Fiorentina, dan AS Roma itu tidak beredar di tengah orbit Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, tak berlebihan bila disimpulkan dia layak meraih Ballon d’Or pada salah satu tahun kontestasi.
Bukan hanya gol-gol menentukan, simak pulalah eksepsionalitas dan seni prosesnya. Dia striker dengan kecepatan sprint ala Usain Bolt. Dia fasih mendribel bola seperti Messi. Dia berwibawa di depan gawang ala Gerd Mueller pada 1970-an.
Tanda Tanya Kontrak
Bagaimana kita membayangkan, Liverpool tidak lagi membutuhkan jasa Mo Salah, setelah masa kontraknya berakhir pada 2023 nanti?
Dalam tenggang satu tahun ini, dipastikan bakal banyak klub yang meminati. Barcelona dan Real Madrid sudah disebut-sebut terpincut. Boleh jadi pula Paris St Germain bakal nimbrung dalam perburuan.
Nyatanya, hingga sekarang, The Reds belum juga menegosiasikan perpanjangan kontrak Salah.
Apakah karena sang agen mematok kenaikan bayaran per pekan terlalu tinggi, dari kisaran Rp 3 miliar menjadi Rp 9 miliar? Atau lantaran belum ada titik temu yang memoderasi angka Rp 7 miliar seperti penawaran Mo Salah sendiri?
Juergen Klopp mungkin punya logika rancangan taktik ke depan tanpa jasa Mohamed Salah. Secara alamiah, proses itu pasti akan berlangsung, namun kalau ini ditempuh, apakah dia berani berspekulasi tentang jaminan ketajaman timnya? Padahal sang striker diperkirakan masih berada dalam performa “peak” dua hingga tiga tahun ke depan.
Para pandit sepak bola dan legenda The Reds, termasuk Jamie Carragher, mendesak Liverpool segera mengikat kembali Mo Salah. Pemain yang menjadi simbol humanisme Islam di Inggris itu masih sangat fungsional sebagai sumber produktivitas gol.
Kompleksitas Pasar
Kebelumjelasan masa depan Salah adalah gambaran kompleksitas pasar pemain dalam industri sepak bola.
Liverpool seolah-olah sedang memainkan bandul antara kepastian dan ketidakpastian kontrak. Kondisi ini diharapkan mengundang klub-klub kaya untuk mencoba-coba mengambil peluang.
Klub Anfield itu tentu ingin menjajaki harga pasar Mo Salah, dan tidak mau melepas ketika kemampuannya sudah tidak lagi di puncak. Mumpung harga pasarnya masih tinggi.
Dalam kondisi demikian, pemain — sebintang apa pun — terasa hanya menjadi faktor produksi dalam sistem ekonomi kapitalis.
Dengan “mengambangkan” nasib pemain, manajemen klub merasa bakal punya posisi tawar. Akan tetapi, pada sisi lain juga berpotensi mendorong agen si pemain memilih opsi bernegosiasi dengan klub lain. Apalagi pasti banyak klub yang antre untuk mendapat tanda tangan bintang sekaliber Mohamed Salah.
Melepasnya dalam kondisi sekarang, tentu bukan pilihan tepat bagi Juergen Klopp, walaupun mungkin sudah ada rencana penyegaran lini penyerang untuk melengkapi Sadio Mane, Diogo Jota, Takumi Minamino, dan Divock Origi.
Menunggu selesainya ikatan kontrak hingga 2023, dan membiarkan status bebas transfer akan sangat merugikan karena kehilangan aset dengan kualifikasi tinggi.
Maka cobalah Anda membuka-buka lagi video aksi-aksi Mo Salah, skill dan proses gol-golnya; tidak menyesalkah Liverpool membiarkannya pergi dari Anfield Road?
Menurut saya, dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda, bintang asal Mesir yang pernah disia-siakan Chelsea itu punya kapasitas “tak kalah positioning” apabila dibandingkan dengan legenda-legenda penyerang Pasukan Merseyside lainnya. Dari Kevin Keegan, Kenny Dalglish, Peter Beardsley, Ian Rush, Robbie Fowler, Michael Owen, hingga Andy Caroll.
“King of Egypt” telah memberi warna, kekuatan, dan kultur publisitas yang berbeda…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —