SLAWI (SUARABARU.ID) – Implementasi aplikasi Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) untuk pengurusan izin usaha yang murah, mudah, dan cepat sangat membantu pelaku usaha menanamkan modalnya di Kabupaten Tegal. Tercatat, nilai investasi yang berhasil dibukukan sepanjang tahun 2021 lalu mencapai Rp 3,47 triliun.
Informasi ini disampaikan Kepala Bidang Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tegal Dedy Junaedi saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (19/01/2022).
Dedy mengatakan, pandemi Covid-19 yang mencapai puncaknya pada Juni dan Juli 2021 lalu dengan merebaknya varian Delta serta diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat cukup mempengaruhi kehidupan usaha dan investasi di Kabupaten Tegal.
Hal ini terlihat dari jumlah pelaku usaha penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang mengalami penurunan dari 11.046 investor di tahun 2020 menjadi 6.168 investor di tahun 2021. Sementara investor penanaman modal asing (PMA) mengalami kenaikan jumlah dari lima menjadi tujuh investor di tahun 2021.
Diungkapkan Dedy, total nilai realisasi investasi sepanjang 2021 lalu adalah Rp 3,47 triliun dengan rincian PMDN sebesar Rp 2,69 triliun dan PMA Rp 768 miliar. Total nilai investasi tahun 2021 ini memang lebih rendah dari tahun 2020 yang mencapai Rp 9,36 triliun.
Meski demikian, pihaknya optimis dengan semakin terkendalinya pandemi Covid-19 dan perekonomian yang tumbuh positif akan menarik kembali minat pengusaha untuk berinvestasi di Kabupaten Tegal.
“Januari ini saja kami sudah kedatangan investor dari Korea Selatan yang bergerak di bidang usaha karton. Dengan semakin terkendalinya pandemi Covid-19, jumlah investor dan nilai modal yang ditanamkan akan semakin meningkat tahun ini,” ujarnya.
Lebih lanjut Dedy menjelaskan sejak diterapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang terintegrasi ke dalam aplikasi OSS, syarat pengajuan penanaman modal mengalami sejumlah perubahan. Salah satunya dalam pengurusan izin berusaha yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat risiko.
Dari klasifikasi tingkat risiko usaha tersebut akan menentukan kewenangan lembaga penerbit izin usahanya, apakah pemerintah pusat, provinsi atau kabupaten. Tapi untuk setiap kegiatan usaha PMA, penerbitan izin berusahanya tidak oleh pemerintah daerah.
“Sebelumnya, pengurusan izin lingkungan seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dari investor PMA bisa kami fasilitasi. Tapi sekarang langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan untuk investor PMDN tergantung dari klasifikasi risikonya,” ujarnya.
Selain itu, Dedy menambahkan, perubahan lainnya terdapat pada pemberian rekomendasi teknis oleh perangkat daerah terkait yang tidak lagi manual, melainkan melalui aplikasi OSS. Dengan menggunakan aplikasi ini, jika seluruh persyaratan pengajuan penanaman modal sudah dipenuhi, maka persetujuan akan langsung didapatkan pelaku usaha.
Arif Rahman