blank

blankOleh Edi Barlianto

KENDATI pemilihan umum (pemilu) 2024 masih lama, tetapi banyak kalangan menetapkan 2022 ini Indonesia sudah memasuki tahun politik. Sebagai tanda dimulainya tahun politik, sejumlah kegaduhan mulai nampak.

Setidaknya di di ujung tahun 2021, beberapa lembaga survei mulai memicu kegaduhan dengan memunculkan nama-nama potensial calon presiden mendatang.

Kegaduhan terbaru, di awal tahun 2022 adalah tahapan Pemilu yang belum juga disepakati oleh eksekutif dan legislatif.  Padahal penetapan tahapan itu tadinya ditargetkan kelar Januari agar penyelenggara pemilu sudah bisa mulai bekerja Februari 2022.

Mungkin kegaduhan tarik-ulur itu merupakan pemanasan partai politik (parpol) untuk mengukur kekuatan jelang berlaga dalam Pemilu 2024. Sebab baik Pemerintahan maupun di DPR, mereka terdiri atas para wakil parpol.

Penetapan tahapan pemilu itu menjadi penting, terutama jika melihat itung-itungan Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU) yang memperkirakan seluruh tahapan Pemilu 2024 butuh waktu sekitar 25 bulan.

Untuk itu, idealnya dimulai awal tahun 2022 sehingga penetapan pemimpin baru hasil pemilu tak melewati batas masa bakti Presiden Jokowi pada Oktober 2024.

Waktu sepanjang itu dibutuhkan untuk mulai rekruitmen kelengkapan dan perangkat penyelenggaraan pemilu, pengawasan, kegiatan kampanye, pengadaan surat suara, pencoblosan, hingga penghitungan akhir perolehan suara.

Untuk merampungkan kerja besar itu, tentu akan melibatkan jutaan orang dengan konsekuensi biaya besar. KPU sendiri sudah mengajukan anggaran pelaksanaan Pemilu 2024 sebesar Rp86 triliun. Sebuah angka yang aduhai, apalagi nilainya tembus 3% jika dibandingkan APBN 2022 sebesar Rp2.714 triliun.

Belum lagi untuk mendulang suara,  kegiatan kampanye, baik oleh parpol, caleg pusat dan daerah, para kontestan pilpres maupun kepala daerah, diperkirakan akan menggelontorkan belanja dengan nilai tak kurang dari Rp3 triliun.

Dorong Ekonomi

Banyak kalangan berharap dari kegiatan sebesar itu akan mendongkrak konsumsi sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang sepadan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun pemilu 2019, pertumbuhan ekonomi kuartal I mencapai 5,07%, hanya naik  0,01% dibandingkan periode sama 2018.

Pemilu hanya memberi dampak signifikan terhadap peningkatan satu sumber pertumbuhan ekonomi, yakni Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (PK-LNPRT).

BPS mencatat LNPRT tumbuh 16,93% pada kuartal I-2019, atau 2 kali lipat periode sama tahun 2018 hanya 8,10%, begitu pula kuartal I-2017, LNPRT hanya tumbuh 8,08%.

Pemilu memang punya andil besar terhadap LNPRT sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi, namun LNPRT berkontribusi kecil kepada Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019 sebesar 5,07% itu pun, sebesar 2,75% berasal dari konsumsi rumah tangga, 1,65% dari investas. Dam 0,67% berasal dari sumber pertumbuhan lainnya. Dari 0,67% sumber pertumbuhan lainnya tersebut, hanya 0,20% yang berasal dari konsumsi LNPRT.

Hingga saat ini  sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga dan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Selain itu, menurut analisis, Bank Indonesia (BI), situasi ekonomi global memberi dampak yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, terutama tingkat suku bunga bank, memanasnya perdagangan dunia dan tingkat kepercayaan investor.

Jadi, terkait perekonomian, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan semua kegaduhan tersebut, sepanjang pemilu berjalan lancar maka semua akan baik-baik saja.

Memang pemilu memberi konsekuensi meningkatnya anggaran belanja, namun disisi lain mendorong pertumbuhan konsumsi yang berdampak positif bagi pelaku usaha kecil.

Aktivitas kampanye setidaknya memberi lonjakan besar LNPRT yang terjadi akibat kebutuhan penyebaran bahan dan alat peraga kampanye, debat pasangan calon presiden dan wakil presiden, serta aktivitas partai politik dan organisasi masyarakat berskala nasional.

Peluang Usaha

Indonesia telah melakukan 12 kali pemilu sejak 1955-2019. Tentu masyarakat, terutama pelaku usaha sudah mahfum terhadap geliat pasar, yaitu bisnis apa yang akan mengalami lonjakan permintaan. Ini salah satu sisi positifnya.

Meski kontribusi pemilu terhadap perekonomian nasional relative kecil, namun menyambut pemilu 2004, tetap saja masih ada celah rezeki yang bisa dikorek hasilnya

Terlebih pada musim kampanye, merupakan masa dimana pelaku usaha kecil mendapat perhatian lebih dibanding sebelumnya sebagai upaya menarik simpati dari para kandidat.

Mengacu pada pemilu serempak tahun 2019, sejumlah bidang usaha mendapatkan peluang besar, seperti  jasa pasang iklan online, dimana iklan kampanye selalu laku keras, baik membidik blog, website, serta media sosial (Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, dan lainnya) yang memiliki jumlah massa besar.

Bagi yang memiliki pengikut (follower) atau subscriber banyak di media sosial, buzzer politik akan menjadi lahan bisnis menarik, melalui kreasi konten, berupa tulisan, gambar, maupun video positif dari salah satu paslon atau caleg yang membayar.

Usaha konvensional, seperti konveksi dan sablon juga selalu mendapat berkah dari musim kampanye. Para kandidat pasti ingin mendapat pendukung sebanyak-banyaknya di dunia nyata. Cara kampanye yang masih efektif adalah bagi-bagi kaos atau kemeja bertuliskan jargon dan foto kandidat.

Begitu juga dengan usaha percetakan, kampanye selalu identik dengan stiker, poster, spanduk, kalender, dan lainnya. Ini semua adalah pekerjaan percetakan.

Berbagai kebutuhan atribut tersebut bakal mendorong naiknya permintaan jasa desain grafis untuk mereka poster, billboard, baliho, kaos, sampai konten di media sosial.

Peluang usaha lain yang menjanjikan di musim pemilu adalah bisnis katering. Saat kampanye, banyak acara pengerahan massa yang digelar para kandidat. Kegiatan tersebut pasti membutuhkan konsumsi makanan dan minuman yang praktis, pilihannya adalah nasi kotak atau nasi bungkus untuk dibagikan ke peserta.

Bisnis berikutnya adalah persewaan tenda dan jasa hiburan. Kegiatan kampanye di ruang terbuka banyak digelar sehingga dibutuhkan tenda, sound system, dan kursi.

Agar acara pengerahan massa mencapai target, tim sukses para kandidat biasanya menambahkan hiburan, sehingga mereka juga butuh event organizer (EO) yang bertugas menyiapkan panggung, sound system, kursi, meja, MC, tim pertunjukan hiburan dan perlengkapan lainnya.

Tak lupa bisnis yang bakal panen pada masa pemilu adalah media massa, dimana belanja iklan akan meningkat signifikan. Pada masa kampanye pemilu 2019 saja, belanja iklan di media massa sedikitnya mencapai Rp75 triliun.

Edy Barlianto, Wartawan SuaraBaru.id