“Kami sangat menyayangkan Puskesmas Bulusan ini gagal bangun, padahal nilainya sekira Rp3,6 miliar. Harusnya kalau sudah selesai, tahun 2022 sudah bisa beroperasi, apalagi masyarakat sudah menunggu,” kata politisi dari Fraksi Demokrat tersebut.

Lebih lanjut Swasti meminta Pemerintah Kota Semarang melalui Unit Pelayanan Pengadaan (ULP) bisa lebih jeli lagi dalam menerima penawaran pengerjaan proyek dari para kontraktor selaku mitra kerja dalam lelang proyek.

Dirinya mencontohkan, apabila kontraktor mitra kerja yang menjadi pemenang lelang menawar di angka 80 persen (nilai proyek), maka harus ada kajian dan klarifikasi yang detil apakah dengan nilai dibawah 80 persen tersebut proyeknya bisa benar-benar selesai rampung.

“Saat kontraktor menawar 80 persen dari harga yang ditetapkan pemerintah, mereka pasti menawar 80 persen kebawah. Jadi perlu ditegaskan soal kesanggupan penyelesaiannya, karena kerap kali kontraktor kesulitan cash flow dan akhirnya gagal menyelesaikan proyek,” katanya.

Tak hanya itu saja, Swasti juga mendesak Pemkot Semarang untuk benar-benar tegas dalam hal mem-black list para kontraktor yang gagal dalam menyelesaikan sebuah proyek dari pemerintah.

“Harapan kami di dewan, Pemkot Semarang mem-blacklist kontraktor-kontraktor yang sudah melakukan gagal bangun. Blacklist-nya juga harus tegas, 10 tahun misalnya, jangan hanya tiga tahun saja. Percuma menawar harga rendah, tapi nggak bisa mengerjakan sampai selesai,” katanya.

Hery Priyono