blank
Santoso, suami Rina Puspita debitur SFI yang dilaporkan kolektor atas dugaan pengeroyokan ke Polrestabes Semarang. Insert: Yetty Any Ethika, SH, penasihat hukum Santoso Foto : Absa

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Seorang suami dari debitur sebuah perusahaan leasing di kota Semarang, dilaporkan ke Polisi oleh seorang debt collector (penagih utang) atas dugaan pengeroyokan.

Kejadian tersebut bermula saat Santoso, warga Kelurahan Candi Kecamatan Candisari, Kota Semarang sekitar bulan Mei 2021 lalu, di sebuah kantor di daerah Sambiroto, Kota Semarang.

Menurut Santoso, istrinya memang memiliki kredit satu unit mobil pikap di Suzuki Finance Indonesia (SFI), dengan jangka waktu pembayaran lima tahun.

Saat itu dirinya sudah melakukan pembayaran sekitar 52 kali angsuran, sehingga sisa angsurannya sekitar delapan kali. Dan posisinya saat itu dirinya terlambat angsuran beberapa bulan.

Kronologi kejadian laporan dugaan penganiayaan tersebut, diceritakan Santoso bermula dari datangnya tiga orang yang mengaku pegawai dari Suzuki Finance Indonesia, tempatnya istrinya mengajukan kredit, datang ke kantor tempat istrinya bekerja, di daerah Sambiroto Kota Semarang.

Ketiga orang tersebut, bermaksud untuk menagih tunggakan angsuran mobilnya, yang sudah terlambat beberapa bulan dan ditemui istrinya.

“Saya sama istri memang punya kredit mobil pikap, jangka waktunya lima tahun. Saat itu kan memang kondisi masih pailit karena pandemi, armada nggak jalan,” kata Santoso.

Saat itu ditagih dan kami punya itikad baik untuk mengembalikan atau pelunasan, dengan cara pelunasan khusus. “Karena kolektor SFI atas nama Mas A menawarkan cara tersebut. Dan kita masih tahap negosiasi, akan diajukan ke kantor oleh Mas A,” ujar Santoso kepada wartawan di Semarang, Jumat (10/12/2021).

Karena diberi tahu istrinya melalui telepon, lanjut Santoso, ia datang ke kantor tempat istrinya bekerja untuk mendampingi menyelesaikan permasalah tersebut. Namun sebelumnya, dia menghubungi rekannya bernama Kris terlebih dahulu, agar mendampingi istrinya sebelum ia datang.

“Saat sudah sampai di kantor istri saya, Mas A (kolektor SFI) langsung saya tegur. Wong sebelumnya sudah ketemu dan ada komitmennya untuk penyelesaian baik-baik, kok sekarang datang dan nagih lagi ke kantor istri saya,” tutur Santoso.

Dari teguran itu, imbuh Santoso, terjadi perdebatan dan teman A yang berinisial S maju ikut nimbrung dengan kata-kata keras yang tidak enak didengar, lalu karena emosi mendengar ucapan S, terjadi penamparan di pipi sebelah kiri S dan sempat terjadi ketegangan hampir berkelahi. Namun selanjutnya dilerai oleh Kris dan teman S.

Dari kejadian tersebut, menurut Santoso, pihak kolektor (penagih) yang mengaku dari SFI tersebut melaporkannya ke Polrestabes Semarang, dengan tuduhan dugaan pengeroyokan terhadap S atas penamparan yang dilakukannya.

Secara resmi, dia sudah menerima panggilan untuk dimintai keterangan penyidik Polrestabes Semarang sebanyak dua kali. “Panggilan pertama, saat dimintai keterangan oleh penyidik, saya ditunjukkan foto hasil visum, sebagai dasar laporan tersebut, yang lebam wajah S kok sebelah kanan? Padahal pas Saya tampar karena emosi itu sebelah kiri mas,” ucap Santoso terheran-heran.

Atas kejadian tersebut, akhirnya Santoso berencana akan membuat laporan balik ke Polda Jateng, karena menurutnya, ada banyak kejanggalan dalam kasus itu, salah satunya adalah adanya bukti visum yang dinilai tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

“Rencana kemungkinan saya akan lapor balik, tapi saya nunggu perkembangannya dulu mas,” pungkas Santoso.

Tidak Menunjukkan Pengenal

Sementara menurut Rina Puspita, istri Santoso, saat dikonfirmasi melalui telepon seluler menyatakan, kala itu ada tiga orang yang mengaku sebagai pegawai SFI untuk menagih utang atas keterlambatan pembayaran.

“Saat itu memang ada tiga orang datang ke kantor saya untuk nagih. Ngakunya dari SFI, tapi tidak menunjukkan surat tugas dan tanda pengenalnya,” ungkap Rina.

Sedang menurut Yetty Any Ethika, SH, penasihat hukum Santoso saat mendampingi di Polrestabes Semarang menjelaskan, bahwa proses pengaduan yang menimpa kliennya, diupayakan untuk dilakukan restorative justice atau perdamaian.

“Kami upayakan untuk perdamaian atau restorative justice, sesuai instruksi Kapolri, dengan diawali pencabutan berkas pengaduan oleh yang mengadukan. Selanjutnya nanti bisa dibicarakan baik-baik terkait kredit yang bermasalah itu,” jelasnya usai mendampingi Santoso di Polrestabes Semarang Jumat, (8/12/2021).

Absa