Oleh: Mubarok MSi
KOMUNIKASI Islam seringkali dimaknai sebagai kemampuan untuk mengartikulasikan nilai-nilai Islam, dalam setiap praktik komunikasi. Menggunakan definisi Harold Lasswel tentang komunikasi, yang diartikan sebagai who says what to whom in witch channel with what effect, maka artikulasi nilai-nilai Islam harus muncul dalam setiap bagian dari proses komunikasi.
Who dalam definisi tersebut, merujuk pada kemampuan dari komunikator dalam menyusun pesan, menyampaikan pesan, memahami partisipan komunikasi lain, dan memahami konteks komunikasi.
Dalam bagian ini, nilai-nilai Islam seperti jujur, prasangka baik, kebenaran, pertimbangan manfaat dan kerusakan (mafsadat), harus muncul dan sudah diterapkan. Hal ini penting, agar setiap komunikator yang hendak menyampaikan pesan berhati-hati. Memastikan bahwa apa yang akan disampaikan memiliki nilai kejujuran, kemanfaatan, tidak merusak harus tertanam kuat dalam diri komunikator.
Islam mengajarkan agar setiap umatnya berkata baik, dan kalau tidak bisa maka lebih baik diam. Nilai ini berimplikasi, bahwa seorang komunikator harus menimbang dengan cermat sebelum menyampaikan pesan.
Aspek kedua adalah pesan (says what), yang menekankan aspek kualitas, manfaat, memberikan nilai-nilai positif bagi penerimanya, mudah dipahami, tidak bias, tidak mengandung hoaks, dan relevan dengan konteks komunikasi.
* * * * *
Memilih pesan, memformulasikan pesan membutuhkan kemampuan dan kebiasaan. Pesan yang baik tidak muncul begitu saja, melainkan lahir dari proses dan latihan yang panjang. Seorang anak yang baru bisa bicara, tentu belum bisa merangkai kata dengan lancar. Seiring perkembangan usia dan proses yang dijalani anak, maka kemampuan merangkai katanya semakin berkembang.
Pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi akan dimaknai oleh penerimanya. Karena itu, memastikan bahwa pesan memiliki kualitas yang baik dan bermanfaat, menjadi sebuah keharusan.
Rasulullah mengajarkan, bahwa seseorang yang mengajarkan kebaikan maka akan diberikan pahala sebanyak orang-orang yang mengikuti kebaikan tersebut. Sebaliknya jika mengajarkan keburukan, maka akan mendapatkan dosa dari mereka yang mengikuti keburukan tersebut.
Urgensi dari nilai ini adalah, memastikan bahwa pesan yang akan disampaikan harus memiliki manfaat, kebaikan, positif, dan tidak merusak.
Aspek ketiga adalah, memilih saluran yang tepat (in with channel). Setiap saluran memiliki karakteristik yang berbeda, sebagai saluran pesan. Media massa seperti televisi, radio, media online, media cetak memiliki karakteristik yang berbeda dalam menyampaikan pesan.
Sebagai contoh media cetak dan media online, memungkinkan pembacanya melakukan pengulangan dalam membaca pesan. Lain halnya dengan berita radio yang bersifat sekilas, dan membutuhkan kemampuan mendengar yang baik. Karena itu komunikator harus bisa memilih saluran yang tepat.
* * * * *
Jika sebuah pesan disampaikan melalui radio, maka pastikan susunannya sederhana, mudah dipahami, tidak terlalu panjang dan tidak bias. Jika sebuah pesan disampaikan melalui tulisan di media cetak atau media online, maka komunikator bisa memiliki kesempatan untuk menambahkan data dalam beragam bentuk.
Pesan di media cetak atau media online bisa dibaca kembali dan ditelaah. Karakter yang berbeda ditunjukkan oleh sosial media seperti facebook, instagram, twitter. Sifatnya yang personal, real time, dan memungkinkan berbalas pesan secara personal, membutuhkan kehati-hatian.
Rasulullah mencontohkan ketika pesan-pesan penting dakwah disampaikan dalam bentuk surat tertulis. Para sahabat yang memiliki kemampuan menulis dengan baik, diperintahkan untuk menuliskan surat tersebut. Salah satu hikmahnya adalah, agar pesan-pesan penting tersebut terdokumentasi, bisa dibaca berulang, dan bisa dipahami dengan baik.
Aspek keempat adalah, memahami dan mempertimbangkan kemungkinan dampak yang muncul dalam proses komunikasi. Dampak positif dan negatif harus dipertimbangkan dengan seksama.
Sebuah pesan yang memungkinkan munculnya disharmoni sosial, lebih baik diurungkan. Kondisi penerima pesan yang belum siap juga harus dipertimbangkan, agar tidak salah memahami pesan.
Sebagai penutup, artikulasi nilai-nilai Islam dalam proses komunikasi adalah sebuah kesatuan proses yang tidak terpisahkan. Dalam setiap aspek komunikasi, nilai-nilai tersebut masuk dan menuntut praktik komunikasi.
— Mubarok MSi, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Unissula Semarang —