Oleh : Adhidya Agung Prasetya, S.Sn.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korps diartikan himpunan orang yang merupakan satu kesatuan. Sedang menurut asal katanya, “corpus” dalam bahasa latin berarti “tubuh”. Sama seperti tubuh yang terdiri dari berbagai kesatuan organ dengan tugas dan fungsi masing-masing,
Korpri sebagai wadah perhimpunan seluruh Pegawai Republik Indonesia juga harus memiliki tubuh yang kuat, terkoordinasi dan saling menyokong. Tidak hanya untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, soliditas dan kekuatan diperlukan untuk melindungi diri dan anggota tubuh yang lain.
Seperti tujuan awal Korpri dibentuk melalui Keputusan Presiden RI Nomor 82 Tahun 1971, bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, mutlak diperlukan aparatur pemerintah yang berkemampuan tinggi, bersih dan berwibawa.
Pada titik ini, Korpri hendaknya lebih solid, mampu mengakomodir kepentingan dan memperjuangkan hak-hak anggotanya. Dengan terpenuhi hak-hak anggotanya, tentu ASN dapat tenang menjalankan tugasnya secara profesional, serta memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.
Oleh karena itu, tulisan ini akan lebih banyak membahas tentang bagaimana fungsi dan peran Korpri memberikan dukungan dan perlindungan kepada anggotanya. Tujuannya adalah untuk mewujudkan ASN yang sejahtera lahir dan batin, sehingga mampu melaksanakan tugas sebagai pelayan publik secara optimal.
Reformasi birokrasi telah mengubah tata cara birokrasi. Menjadi tugas birokrasi sekarang, adalah memastikan masyarakat terlayani dengan baik serta program-program pembangunan betul-betul sampai, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sekedar melayani saja sudah tidak cukup, pelayanan yang diberikan harus baik dan diimbangi dengan kemudahan serta kecepatan.
Paradigma lama dari dilayani menjadi melayani juga perlu dilakukan. Paradigma ini adalah bentuk sederhana dari tugas ASN seperti tertuang dalam Pasal 10 UU ASN, yakni sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik yang profesional dan berkualitas, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Namun di sisi lain harus disadari, di tengah tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang semakin cepat dan mudah, ASN juga manusia biasa. ASN bukan mesin atau komputer yang dapat digerakkan dengan satu tombol. Mereka memiliki kelemahan, keterbatasan dan banyak permasalahan internal maupun eksternal.
Dalam buku “Teori Organisasi & Pengorganisasian, J. Winardi menyatakan bahwa manusia membutuhkan organisasi untuk memenuhi kebutuhannya, seperti kebutuhan emosional, spiritual, intelektual, ekonomi, politik, psikologi, sosiologis, dan kultural.
Disinilah sebagai sebuah organisasi, Korpri menjadi harapan besar bagi seluruh ASN. Harapan dari kelemahan, keterbatasan, dan permasalahan ASN, untuk dapat fokus bertransformasi menjadi abdi negara dan pelayan masyarakat yang profesional dan berkualitas. Pada tataran ini, peran Korpri sebagai pelindung dan fasilitator dari sekian banyak harapan ASN diuji.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, kepengurusan Korpri di daerah dilengkapi dengan tujuh bidang yaitu Bidang organisasi dan kelembagaan; Bidang pembinaan disiplin jiwa korps dan wawasan kebangsaan; Bidang perlindungan dan bantuan hukum; Bidang usaha dan kesejahteraan; Bidang kerohanian olahraga dan sosial budaya; Bidang peningkatan peran perempuan dan pengabdian masyarakat; serta Bidang pengendalian.
Lalu dengan semua kelengkapan tersebut, apakah Korpri sudah mampu mengakomodir kepentingan dan memperjuangkan hak-hak seluruh anggotanya sesuai visi dan misi Korpri yang tertuang dalam Anggaran Dasar Korpri?
Tanpa mengesampingkan langkah dan upaya yang telah dilakukan Korpri selama ini, sebagian besar anggota Korpri tetap akan menjawab “belum”. Bahkan banyak diantara anggota Korpri mengatakan belum pernah memperoleh manfaat langsung dari organisasi pengayom ini. Terlebih pada masalah-masalah internal kepegawaian yang sedang dihadapi.
Jiwa korsa yang selama ini menjadi semboyan Korpri, terasa hanya sebatas semboyan. Sikap individualistis serta lunturnya rasa kesetiakawanan masih terasa kental pada diri anggota Korpri di unit masing-masing. Ini menjadi indikasi keroposnya tubuh organisasi ini.
Hal ini bisa dilihat dari masih banyak ASN yang harus mencari jalan keluar sendiri atas persoalan kepegawaian dan kesejahteraan yang mereka dihadapi seperti terhambatnya kenaikan pangkat. Selain itu, masih saja ada pegawai dalam Jabatan Fungsional Tertentu yang belum diangkat dalam jabatannya.
Tidak jarang mereka menanyakan kepastian statusnya. Anggota Korpri ini harus rela menerima konsekuensi akibat ketidakpastian statusnya, yaitu pemotongan dua puluh persen dari TPP yang harusnya mereka terima.
Diantara rasa syukur yang masih terucap, kondisi ini tetap memunculkan rasa ketidakadilan di antara beban tugas dan tanggung jawab yang telah dilaksanakan selama ini. Padahal jika dilihat, sebenarnya pelaksana dari kebijakan adalah teman dan satu internal organisasi yang disebut Korpri. Ini tentu menjadi sebuah ironi.
Belum terlepas dari pemasalahan internal, muncul pula permasalahan eksternal seperti sistem manajemen berbasis merit yang belum sepenuhnya dapat berjalan sesuai harapan.
Seperti dikatakan Ajib Rakhmawanto, dalam Jurnal BKN (019-Mei 2018) merit sistem adalah manajemen ASN melalui pendekatan, yang menekankan pada pengelolaan ASN dengan mendasarkan kesesuaian antara keahlian dengan kualifikasi jabatannya. Ketidakcocokan antara kompetensi pegawai dan kualifikasi jabatan menjadi problem utama keberadaan ASN yang masih menjadi sorotan publik sampai sekarang ini.
Melihat beberapa persoalan ASN yang masih terjadi sekarang, tidak seharusnya Korpri masih tertidur. Korpri harus bangun, dan melaksanakan tugas utamanya. Jadilah payung yang melindungi kepentingan-kepentingan ASN, perjuangkan hak-hak ASN, jadilah mediator pihak-pihak yang berbeda pendapat, berikan advokasi bagi pegawai yang terlibat perkara hukum, tingkatkan kesejahteraan anggotanya, fasilitasi pemenuhan kebutuhan papan dan kesehatan, dan lain sebagainya. Gerakkan seluruh perangkat yang dimiliki, untuk merumuskan ide, gagasan dan program-program strategis yang pro dalam mewujudkan ASN yang profesional dan berkualitas.
Jangan sampai Korpri hanya diingat anggotanya ketika mengenakan seragam biru lengan panjang berlambang Korpri dipakai setiap tanggal tujuh belas.
Sebagai organisasi pengayom dan pelindung, Korpri harus mampu memberi manfaat nyata bagi seluruh anggotanya. Sehingga terbangun rasa memiliki terhadap organisasi, menumbuhkan jiwa korsa, serta rasa kesetiakawanan diantara anggota, untuk tumbuh bersama dalam meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme.
Hadirnya Korpri yang mampu melayani seluruh anggotanya, menjadi bukti eksistensi Korpri dalam mewujudkan aparatur pemerintah serta pelayan publik yang profesional dan berkualitas. Untuk itu sebagai korps, Korpri jangan keropos, lapuk, hancur dan tercerai berai.
Karena sejatinya, Korpri adalah motor bagi percepatan terwujudnya reformasi birokrasi. Yakni dimulai dari terwujudnya ASN yang sejahtera lahir dan batin, bebas KKN, akuntabel, berkinerja tinggi, serta menjadi pelayanan publik yang melayani sepenuh hati.
Dirgahayu Korps Pegawai Republik Indonesia.
Penulis adalah Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Jepara