blank
Penulis bersama Mbah Mari. Foto: Dok

blank

SESEPUH yang foto bersama saya ini dikenal ahli menyadarkan orang kalap, histeris, mogok, ngambek, dsb. Saya mengenalnya pada tahun 1992 saat Ibu dan kakak-kakak perempuan saya syok saat mendengar berita kakak lelaki yang kecelakaan tunggal di jalan tol Jagorawi.

Entah siapa yang mengajak sesepuh yang disebut ahli menyadarkan orang yang sedang “histeris” itu dengan keilmuannya. Saya mengamati aksinya. Diawali  menggosok telapak tangan kemudian menepuk Ibu dan kakak-kakak perempuan saya yang “histeris”.

Tidak ada satu patah kata diucapkan. Setelah disentuh (Jawa: cablek pelan) dan dibaui minyak wangi, Ibu dan kakak-kakak saya tertidur lelap. Dan setelah bangun seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka bukan berarti lupa atau “hilang akal” melainkan sadar dan bisa menerima apa yang sedang terjadi.

Masuk Rubrik

Saat itu saya sudah aktif menulis rubrik di sebuah harian Jawa – Tengah. Kesempatan itu saya manfaatkan untuk wawancarainya. Dan ketika tulisan tayang, rumah simbah didatangi banyak tamu, bahkan terkadang dijemput untuk keluar kota atau provinsi.

Ketika terekspos media, Mbah H Qomari atau biasa dipanggil Mbah Mari itu bertambah sibuk dan mengalami suka duka sebagai sesepuh dengan keahlian khasnya.  Misalnya, Mbah Mari pernah dijemput ajudan  pejabat karena  putrinya mogok -tidak mau dinikahkan-  menjelang hari H pernikahan.

Ketika Mbah Mari sudah beraksi (Jawa: Jawil) calon pengantin itu  sadar dan bersedia menjalankan acara pernikahan sebagaimana  jadwal yang sudah disepakati.

Sayangnya, setelah menyelesaikan tugas “menggendam” dengan hasil yang mantab itu, Mbah Mari hanya diantarkan sopir sampai terminal di kota yang mengundang itu, kemudian “dititipkan” bus jurusan Jawa-Tengah.

Bus sampai terminal Pati kota sudah hampir tengah malam. Simbah kemudian melanjutkan perjalanan pulang dengan ojek sampai kediamannya di perbatasan Jepara–Pati. Analisis saya, pejabat yang mengundang Simbah itu mungkin dinasnya dibidang perencanaan anggaran.

Kalkulasinya begitu tepat. Yaitu, untuk tiga kali naik bus, plus sewa ojek malam berjarak 50 KM, uang yang diberikan Simbah itu pas. Yaitu, pas sampai rumah, uangnya pas habis.

Apakah Simbah marah dengan kejadian itu? Ternayata tidak. Simbah mengaku ikhlas, sebab kejadian seperti itu sudah sering dialami. Misalnya, di daerah perbatasan Pati – Jepara, hampir setiap ada yang berduka, Simbah sering dijemput untuk menenangkan atau menyadarkan.

Setelah tugasnya selesai,  yang histeris sudah sadar atau tertidur, Simbah sering terlupakan karena keluarga lebih sibuk mengurus pemakaman dan lain-lain. Akhirnya Simbah pulang jalan kaki, atau ngojek jika ada uang di saku.

Walau sering mengalami kejadian seperti itu, ternyata tidak membuatnya kapok. Mbah Mari tetap bersedia menolong siapa pun, dan untuk itu tidak pernah meminta bayaran. “Yang penting dijemput dan diantar pulang,” tuturnya.

Walau biasa dibengkelaikan setelah mengobati, Simbah tidak kapok. Bahkan untuk balik ke rumah, Simbah kadang naik ojek dengan biaya sendiri.  Simbah menyadari, keluarga yang berduka itu sibuk mengurus janazah, Dll. Bahkan beberapa kali Simbah harus jalan kaki pada malam hari karena di desa tidak ada ojek.

Ana Gawe

Apakah ilmu Simbah ini bisa didemokan seperti stage hypnosis atau hipnotis panggung? Pertanyaan ini sering saya terima dari kalangan praktisi modern. Selama ini saya tidak pernah melihat atau memanfaatkan ilmu dari  Simbah itu untuk hal yang sifatnya main-main (demo).

Ilmu yang identik dengan metafisik, ilmu hikmah lebih bermanfaat ketika ada masalah yang sesungguhnya dan bukan masalah yang sengaja diada-adakan, layaknya stage hypnosis atau hipnotis panggung.

Yang saya rasakan dan alami, suatu keilmuan yang masuk kategori hikmah, yang digali dari pendekatan spiritual, reaksi optimalnya hanya pada kondisi khusus (mendesak), dan pada kondisi itu sering kali ada gerakan maupun berpikir reflkes, dan tahu-tahu, beres!

Maka, jika misalnya Simbah itu diminta untuk shoting dan di-youtube-kan, tentu saja angkat tangan. Karena prinsip metafisik yang kami pelajari itu didasari prinsip “La haula wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil adzim.” Dari pengalaman teman terapis, yang belajar ilmu Simbah, vrsi Simbah ini lebih efektif untuk kasus tertentu.

Ini bukan berarti pilih-pilih pasien, melainkan konsep metafisis itu  lebih efektif untuk penyakit atau kasus tertentu, terutamanya yang ada kaitan dengan faktor x atau adanya kosndisi batin yang sedang tidak imbang, misalnya terlalu sedih, histeris, dsb.

Metafisis, jika dimanfaatkan untuk keluhan yang bersifat psikis, perannya lebih kearah menenangkan atau menidurkan, dan setelah itu secara alami membantu penyembuhan. Apakah ilmu ini dapat diajarkan? Bisa! Kuncinya, “man jadda wa jada”.

Masruri, penulis buku praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Siarahan, Cluwak, Pati