JAKARTA (SUARABARU.ID)- “Candyman” merupakan film thriller-horor garapan sutradara Nia DaCosta (“Little Woods”, “The Marvels”) dan ditulis serta diproduseri oleh Jordan Peele (“Get Out”, “Us”), mengisahkan perspektif baru tentang legenda urban bernama sama.
Berlatar di proyek perumahan di lingkungan Cabrini-Green, Chicago, penduduk diteror oleh cerita hantu dari mulut ke mulut tentang seorang pembunuh gaib dengan kait di tangan, Selasa (26/10/2021)
Si “hantu” alias Candyman ini, dengan mudah dipanggil oleh mereka yang berani mengulangi namanya sebanyak lima kali sembari melihat pantulan dirinya di cermin.
Baca Juga: Tiket Film ‘Pintu Surga Terakhir’ Dijual dengan Harga Rp10 Ribu
Saat ini, satu dekade setelah menara Cabrini terakhir diruntuhkan, seniman visual Anthony McCoy (Yahya Abdul-Mateen II) dan rekannya, seorang direktur galeri seni Brianna Cartwright (Teyonah Parris), pindah ke sebuah apartemen mewah di Cabrini.
Tempat tinggal mereka itu merupakan bagian dari gentrifikasi menandakan adanya perubahan sosial budaya di wilayah yang tercipta akibat penduduk kaya membeli properti perumahan di permukiman yang kurang makmur.
Dengan karir melukis Anthony yang semakin tidak pasti, ia tak sengaja bertemu dengan seorang orang tua dari Cabrini-Green (Colman Domingo), yang memaparkan Anthony pada kisah nyata yang mengerikan di balik Candyman.
Baca Juga: Festival Film Tegal 2021 dalam Tahap Penjurian
Ingin mempertahankan statusnya di dunia seni Chicago, dan didorong oleh diler seninya, Anthony mulai mengeksplorasi detail mengerikan ini di studionya sebagai inspirasi baru untuk lukisan.
Tanpa sadar, ia membuka pintu ke masa lalu yang kompleks yang mengungkap kewarasannya sendiri dan melepaskan gelombang kekerasan yang begitu menegangkan.
Film ini dibuka dengan sangat menarik, bahkan dari menit awal film dimulai dari rangkaian nama studio dan rumah produksi film ini. Anda pasti akan segera menyadari mengapa keputusan sutradara DaCosta dibuat sedemikian rupa jika menyaksikan “Candyman” dari awal hingga akhir.
Baca Juga: Patung Teduh Hadirkan Kaya Terbaru “Suar”
Penonton langsung disambut dengan kepingan misteri pertama dari kisah si pembunuh gaib ini. Pengambilan gambar yang “aneh” diiringi dengan audio pendukung, dengan sempurna menyusun atmosfer menegangkan film ini.
“Candyman” sendiri bukanlah film yang benar-benar baru. Faktanya, ini merupakan sekuel dari film pertama dengan judul sama di tahun 1992.
Digarap oleh sutradara Bernard Rose, film ini dinilai bersejarah, karena merupakan film horor besar pertama di Amerika Serikat yang menampilkan seorang pria kulit hitam sebagai karakter tituler dan antagonis utamanya.
Baca Juga: Isyana Sarasvati Bawakan “Unlock The Key” di Prambanan Jazz Virtual
Film ini pun diangkat berdasarkan cerita pendek “The Forbidden” karya Clive Barker, yang mengikuti seorang mahasiswi pascasarjana kulit putih, Helen Lyle (Virginia Madsen), yang sedang meneliti tesisnya tentang legenda urban.
Dia tertarik pada mitos yang telah bertahan dalam pembangunan perumahan Cabrini-Green yang terkenal di Chicago.
Di sekitar Cabrini-Green, orang percaya, jika Anda menyebut nama Candyman ke cermin lima kali, dia akan muncul untuk membunuh si pemanggil.
Baca Juga: Agensi Kim Seon Ho Resmi Tutup Rumor Tentang Kontrak Palsu
Saat penelitian Helen berlanjut, kematian mengerikan mengikutinya dan dia mengungkap kisah asal di balik legenda; bahwa seorang seniman kulit hitam abad ke-19, Daniel Robitaille (Tony Todd), jatuh cinta dengan seorang wanita kulit putih muda yang dia lukis. Untuk kejahatan ini, massa menyiksa Robitaille hingga tewas.
Mereka memotong tangannya, mengolesinya dengan madu dan melepaskan segerombolan lebah ke arahnya sebelum membakarnya hidup-hidup. Abunya disebar di tempat yang saat itu menjadi lokasi pengembangan Cabrini-Green. Hantunya telah meneror warga sejak saat itu.
Lalu, apa yang berbeda dengan intepretasi DaCosta dan Peele? Satu yang paling mencolok tentu adalah pendekatan sinematik dan visual yang begitu memanjakan mata.
Baca Juga: Polisi Periksa Selebgram Rachel Vennya Bersama Pacar dan Manajer
Sutradara DaCosta dengan apik memberikan nuansa dan tone yang bisa dibilang tidak jauh berbeda dengan film originalnya dua dekade lalu, namun, tetap khas karena memiliki elemen modern.
Terdapat pula visualisasi dengan animasi selayaknya wayang yang hadir untuk mengisahkan kejadian di masa lalu. Pengemasan ini menjadi media penceritaan yang cukup menarik.
Hal lain yang menonjol dari sekuel ini adalah bagaimana film agaknya lebih berfokus untuk menyampaikan komentar terkait isu sosial, khususnya rasisme terhadap penduduk kulit hitam di Amerika Serikat.
Baca Juga: Monsta X Rilis Album Bahasa Inggris kedua “The Dreaming”
Penonton akan melihat banyak “sentilan” dan simbol-simbol dari para pembuat film tentang isu ini, mulai dari gerakan “BLM / Black Lives Matter” hingga kejahatan yang dilakukan polisi terhadap warga kulit hitam, yang rasanya masih sangat relevan dengan masa kini.
Meski tidak ada yang salah dengan menyelipkan isu sosial di dalam film, rasanya DaCosta menginvestasikannya terlalu kompleks dan “bertumpuk”, sehingga nuansa horor nan mencekam selayaknya penggambaran di film pertamanya, yang rilis 29 tahun lalu, rasanya kurang terasa.
Sementara itu, Yahya Abdul-Mateen II dan Teyonah Parris memberikan penampilan yang cukup memukau. Keduanya melakukan yang terbaik untuk memberikan dinamika antarkarakter, serta menghadirkan teror ini kepada audiens.
Baca Juga: CL Resmi Rilis Album Solo Perdananya “Alpha”
Ada pula Nathan Stewart-Jarrett sebagai adik Brianna juga mencuri perhatian karena memberikan kesegaran cerita, serta representasi bagi komunitas LGBTQ+ kulit hitam.
Namun, kejutan terbaik yang begitu mengasyikkan untuk dirasakan penonton rasanya hadir dari penampilan Tony Todd yang kembali memerankan Daniel Robitaille di film pertamanya. Ada juga Michael Hargrove sebagai Sherman Fields yang juga merupakan sang Candyman. Tak jarang kengerian yang dipancarkan membuat penonton bergidik di dalam kegelapan.
Secara keseluruhan, “Candyman” agaknya dapat menjadi salah satu pilihan untuk membuka Halloween yang akan datang pada akhir bulan ini.
Film berdurasi 91 menit ini akan siap hadir “meneror” para pecinta film di Indonesia pada 27 Oktober 2021. Bersiaplah, dan jangan lupa untuk memanggil namanya lima kali di depan cermin usai film berakhir!
Ant-Claudia