Oleh: Amir Machmud NS
// kencangkah embusan angin perubahan/ atau hanya sepoi/ lalu sunyi/ dan angin berhenti/ tentu bukan itu yang kau kehendaki…//
(Sajak “Sepak Bola Indonesia”, 2021)
SEPAK bola kita selalu terlihat penuh gairah. Setiap hati berbondong-bondong orang menyambut kompetisi. Kini stadion-stadion juga mulai terisi setelah perlahan-lahan kita bangkit dari pandemi.
Angin kadang terasa bertiup kencang. Akan adakah perubahan?
Tak jarang, sekencang itu bertiup harapan perubahan, secepat itu pula menjadi sepoi yang melandai, lalu menghadirkan sunyi; seperti tak ada gerak perubahan yang bergulir ke arah cerah yang merebak.
Klub-klub penuh gairah dalam industri kompetisi, namun tim nasional tak berubah dari sisi ke sisi.
Pelatih kondang datang silih berganti, tak jua hadir bukti prestasi. Dari Luis Milla ke Simon McMenemy, dari Simon beralih ke Shin Tae-yong. Kecuali tim-tim kelompok usia remaja yang sukses diasuh para pemomong lokal, prestasi tim senior tak lagi menghadirkan kebanggaan.
China Taipei –yang pekan lalu dua kali dikalahkan dalam play off kualifikasi Piala Asia– tentu bukan ukuran, walaupun kemenangan tetaplah membanggakan. Bahkan STY pun seperti dihenyakkan oleh konfidensi besar. Taktikus asal Korea itu menebar keyakinan: akan ada perubahan!
Kalian lihatlah, tim-tim Asia, bahkan tetangga-tetangga di Asia Tenggara terus bergerak naik di level peringkat FIFA. Vietnam, Thailand, dan Malaysia terlihat makin ciamik, sementara kita masih bersikutat dengan catatan demi catatan yang belum memberi kepercayaan diri.
Corak bermain impresif seperti ketika menundukkan China Taipei itukah yang “dipraktikkan” anak-anak Indonesia dari hasil “mengaji” kepada Shin Tae-yong? Betulkah kecepatan, penetrasi, visi, dan kinerja fisik seperti performa Evan Dimas dkk itu merupakan representasi tim STY?
Sebuah penampilan yang “kebetulan saja bagus”, atau benar-benar merupakan produk sentuhan STY?
Saya berpandangan positif, coach STY mulai mengenali kualitas para pemain terbaik Indonesia, punya rancang bangun tim yang sudah ada dalam visinya, dan mulai menahapkan rencana-rencana strategis kepelatihannya. Bukankah dia juga membawa kehormatan dan reputasi untuk memberi “legacy” tertentu?
Pilar-Pilar Baru
Sisi yang menonjol dari laga play off kualifikasi Piala Asia ini adalah kemunculan sejumlah pemain harapan. Di luar para bintang yang telah lama menghuni tim nasional, hadir nama-nama gres yang langsung mengilat seperti Ricky Kambuaya, Ramai Rumakiek, dan Miftah Anwar Sani.
Potensi timnas memang terlihat betapa mewah. Kita punya Egy Maulana Vikri, Witan Sulaiman, Asnawi Mangkualam, Ryuji Utomo, Syahrian Abimanyu, Saddil Ramdhani, Evan Dimas, Pratama Arhan, Kushedya Hari Yudo, Dedik Setiawan, dan nama-nama top lainnya; tetapi di luar euforia hasil melawan China Taipei, nyatanya performa timnas lebih sering dalam senyap.
Sentuhan STY pun masih harus diuji, dalam laga-laga dan turnamen selanjutnya. Mulanya banyak yang membandingkan dengan Luis Milla yang dianggap berhasil mentransformasikan cara bermain dengan umpan-umpan pendek-cepat, tiki-taka ala Indonesia, walaupun dari sisi hasil pelatih asal Spanyol itu belum memberikan apa-apa. PSSI melepas Milla lantaran tidak ada kesepakatan terkait besaran gaji.
STY pun sempat dituding “main-main” dan kurang serius karena sering pulang ke Korea pada masa-masa pandemi Covid-19. Terjadi pula beberapa kali kesalahpahaman dalam komunikasi. Hasil dari dua laga play off kualifikasi Piala Asia rupanya menciptakan titik penting suasana di timnas. STY tampak happy, demikian juga para pemain, dan PSSI.
Tak sedikit yang meyakini, pelatih tim Piala Dunia 2018 Korea itu bakal membawa perubahan positif kualitas timnas Merah-Putih.
Saat ini, yang dihadapi adalah realitas psikologi mutu timnas yang ada di bawah Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Kalau parameternya adalah Piala AFF dan kualifikasi Piala Asia, satu hal lain adalah SEA Games. Artinya, mampukah Shin Tae-yong menyibak angin sepoi prestasi itu dengan embusan narasi pembuktian yang lebih kuat?
Kepercayaan yang dia berikan kepada Egy dkk, Evan Dimas cs, dan talenta-talenta yang baru merasakan atmosfer timnas, merupakan jawaban dari pengakuan atas kekayaan bibit-bibit pemain Indonesia. Titik lemah dalam hal fisik, etos kerja, dan mentalitas merupakan sisi-sisi yang menjadi prioritas STY.
Setelah laga melawan China Taipei, rasanya kita ingin segera menyaksikan lagi impresivitas timnas, apakah senior, U-23, atau U-20, dan kelompok usia lainnya. Sekonsisten apa sentuhan STY telah mulai mentransformasi dan memberi harapan bagi sebuah perubahan…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan penulis buku —