JEPARA (SUARABARU.ID) – Selepas lulus SMK Nawa Kartika, Mlonggo, Vivi Trikurniati, gadis yang kini berusia 22 tahun yang tinggal di Desa Suwawal RT 9 RW.3, Kecamatan Mlonggo ini tidak mau berdiam diri.
Sebab ia sadar, setelah ayahandanya meninggal dunia ia harus membantu ibunya bekerja. Bahkan ia kemudian menjadi tulang punggung keluarga, karena itu disamping membuat keripik Cilok, Vivi juga bekerja di sebuah gudang.
Gadis muda yang biasa disapa Vivi ini, sejak dua tahun lalu mulai berjualan Cilok bulat. Ia membuat adonan dan resep sendiri, memasak dan kemudian menjualnya dari rumah kerumah dan bahkan dipinggir jalan. Hasilnya lumayan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, karena Cilok buatan Vivi memiliki rasa khas yang enak dan gurih
Namun suatu saat, sekitar 2 tahun lalu, ketika adonan Cilok telah jadi, tiba-tiba saja ia jatuh sakit. Tentu saja ia sangat sedih sebab tidak bisa berjualan. Karena itu ia simpan adonan Cilok itu di freezer. Harapannya ketika sembuh ia dapat mengolah dan menjualnya kembali dari rumah kerumah.
Selang beberapa hari Vivi sembuh. Ia bermaksud untuk kembali jualan Cilok. Namun ternyata adonan yang disimpan di freezer telah mengeras. Ia kemudian mencoba mengirisnya tipis-tipis dan kemudian menggorengnya setelah ditiriskan. Semula ia ingin untuk dimakan sendiri.
Namun setelah menjadi keripik cilok teryata rasanya enak dan gurih. Ia kemudian mencoba memasarkan produk barunya pada lingkungan terdekat rumahnya. Kripik Cilok Vivi ternyata disukai oleh konsumen. Tentu Vivi sangat senang hingga ia menjoba memasarkan keluar desa. Bukan hanya itu Vivi mebuat beberapa jenis olahan seperti rasa asin, jagung manis, balado dan rasa pedas.
Dengan ketekunanya, Vivi akhirnya tidak hanya menjual Kripik Ciloknya dari rumah kerumah tetapi ia titipkan di sejumlah kios di beberapa obyek wisata. Ia juga memasarkan melalui media online di status WA. Bahkan kemudian sehari ia bisa menjual kurang lebih 20 kg dengan harga per kg Rp. 30 ribu.
Namun sejak pandemi, setelah obyek wisata ditutup omset Vivi turun drastis, lebih dari 50 persen. Sebab kini Vivi hanya bisa menjual sekitar 6 – 8 kg per hari dengan harga per kg Rp. 35 ribu. Karena itu ketika pandemi telah semakinlandai, Vivi ingin kembali bangkit dan mencoba kembali untuk mengembangkan usaha rumahan.
Ingin Miliki Ijin
Bak gayung bersambut, Vivi kemudian bertemu dengan mahasiswa Unisnu, Kelompok 62 yang sedang melaksanakan program KKN di Desa Suwawal serta dosen pembimbing lapangan, Aliva Rosdiana, S.S., M.Pd . Para mahasiswa ini akhirnya menggandeng Vivi sebagai mitra program KKN Tematik XI bertemakan Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Sosial. Program ini bertujuan untuk memberikan sosialisasi dan pendampingan bagi industri rumahan.
Dari hasil diskusi dengan tim KKN Kelompok 62 yang diketuai Muhammad Zulfikri, ada solusi untuk mengembangkan usaha dengan menitipkan Kripik Cilok olahannya di pusat oleh-oleh yang ada di Jepara.
Namun ada kendala yang dihadapi Vivi. Ia tidak memiliki izin usaha dari Badan Usaha Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Karena itu tim KKN menawaran solusi bagi mitra untuk dilakukan pendampingan pada pembuatan izin usaha ini. Sementara izin usaha UKM telah diusahakan melalui pemerintah desa.
Dengan adanya kegiatan kelompok mitra oleh tim KKN kelompok 62 ini sangat membantu Vivi utamanya untuk berinovasi dari sisi pemasaran.
“Sebelumnya saya menjual Kripik Cilok dengan enitipkan ketoko-toko atau memasarkan melalui status WhatsApp. Saya belum terpikir untuk menjual lewat facebook atau market place,”ujarnya. Saya senang bisa bermitra dengan tim KKN Unisnu hingga terbuka wawasan untuk mengembangkan pemasaran melalui online.
Alvaros