blank
Prof Dr Sri Puryono KS, M.P mantan Sekda Provinsi Jawa Tengah dan Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang.

JEPARA (SUARABARU.ID) – Persoalan pembebasan sementara Sekda Jepara dan juga kasus serupa  dibeberapa daerah lain,  bersumber dari Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara yang memberikan kewenangan bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian. Karena itu ia mempunyai kewenangan untuk mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.

“Nah, agar kewenangan ini tidak berubah menjadi sewenang-wenang dan menggunakan aji mumpung berkuasa,  maka prosesnya harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Perintah undang-undang ini  yang kemudian  banyak diabaikan hingga mutasi dan demosi pejabat pemerintahan  di daerah sering kali atas dasar suka dan tidak suka ,” tambah  Sri Puryono.

Akibatnya banyak  Pejabat Pembina Kepegawaian ini kemudian  melakukan mutasi dan promosi pejabat  tidak melibatkan Sekda sebagai Pejabat yang Berwenang sebagaimana ketentuan yang mengatur.

blank
Sekda Jepara H. Edy Sujatmiko ketika menyerahkan lukisan kepada Bupati Jepara, H. Dian Kristiandi S.Sos pada ulang tahunnya beberapa bulan yang lalu.

Hal tersebut diungkapkan oleh Prof Dr Sri Puryono KS, M.P mantan Sekda Provinsi Jawa Tengah dalam wawancara khusus dengan SUARABARU.ID Jumat (20/8-2021) malam melalui percakapan  WhatsApp.

Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang ini mengungkapkan hal tersebut   saat dminta tanggapannya terhadap kontroversi pembebasan sementara Edy Sujatmiko, S.Sos, MM, MH  dari jabatannya selaku Sekda Jepara sejak 9 Agutus 2021. Akibatnya  lmenimbulkan polemik ditengah masyarakat dan juga tanggapan dari Komisi Aparatur Sipil Negara yang sebelumnya telah menolak mutasi dengan penurunan jabatan terhadap Edy Sujatmiko.

Oleh sebab itu ia berharap agar konflik antara bupati dan sekda ini  dapat diselesaikan dengan baik. “Jangan sampai kemudian berlarut-larut dan kemudian menimbulkan perpecahan ditubuh birokrasi dan di tengah – tengah masyarakat. Sebab jika itu terjadi yang dirugikan adalah masyarakat. Juga bisa memunculkan ketidakpastan dalam pengelolaan manajemen ASN,” ujar Sri Puryono

blank
Bupati Jepara H. Dian Kristiandi S.Sos dengan Sekda Jepara H. Edy Sujatmiko, S.Sos, MM, MH.

Karena itu menurut Sri Puryono Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tidak boleh diam atau mendiamkan kasus ini dan hanya berkomunikasi dengan salah satu pihak. “Harus difasilitasi agar bupati dan sekda  duduk bersama membicarakan persoalannya, dengan menghadirkan juga  Komisi Aparatur Sipil Negara. Jika perlu undang  perguruan tinggi  untuk memastikan bahwa proses penyelesaian tersebut berjalan secara adil  dan transparan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ” ujarnya

Jangan karena pertimbangan politik

Menurut Sri Puryono, jika Sekda diduga  melakukan pelanggaran berat sebagaimana disangkakan dalam SK Pemberhentian Sementara,  harus ditunjukkan dan dibuktikan kesalahannya apa. “Sebab dalam peraturan pemerintah tentang disiplin PNS telah jelas disebutkan kategori dan jenis-jenis pelanggaran. Tidak bisa hanya karena senang dan tidak senang lantas mengkategorikan seorang ASN temasuk dalam kriteria pelanggaran disiplin berat. Apalagi dengan tendisi politis,” tegas Sri Puryono.

Karena itu dalam manajemen kepegawaian  pemerintah dikenal  sistem merit, yaitu mengangkat dan memindahkan seorang pejabat harus mempertimbangkan kualifikasi kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, tambah Sri Puryono. Kewenangan untuk mengawasi proses ini diberikan oleh undang-undang kepada KASN.

Sri Puryono juga mempertanyakan  dasar hukum pembentukan tim penilaian kinerja Sekda Jepara, termasuk juga metodologi yang digunakan serta penerapan peraturan perundang-undangan yang digunakan.

“Aneh rasanya, Bupati baru saja melakukan penilaian Capaian Sasaran Kinerja Sekda  yang ditandatangai 4 Januari 2021 dengan nilai prestasi kerja Sekda Jepara tahun 2020 adalah 80,82 dengan kategori baik,  tiba-tiba tim kemudian menilai jauh dibawah penilaian bupati, walaupun masih saja memenuhi syarat memangku jabatan sekda. Ia lantas mempertanyakan, apakah memang tim itu dibentuk dan menilai  hanya untuk menjatuhkan sekda?.

Menurut Sri Puryono, dalam kasus pembebasan sementara Sekda Jepara  yang kemudian tidak segera dilakukan pemeriksaan, Edy Sujatmiko sangat dirugikan, nama baiknya dalam kapasitasnya sebagai Aparatur Sipil Negara maupun sebagai pribadi. Juga keluarganya.

“Karena itu jika upaya untuk menyelesaikan persoalan  dengan duduk bersama tidak tercapai, Edy Sujatmiko bisa meminta perlindungan ke Badan Kepegawaian Nasional  sebagai lembaga pembina kepegawaian atau melakukan gugatan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara,” tegas Sri Puryono.

Sri Puryono mengaku berbicara agak keras dalam menanggapi kasus pembebasan sementara Sekda Jepara ini. “Saya berharap tidak ada lagi adik-adik saya, para ASN yang kemudian diperlakukan sewenang-wenang oleh orang-orang  yang memiliki wewenang, namun  dengan mengabaikan peraturan perundang-undangan yang ada,” ujar Sri Puryono yang memiliki rekam jejak panjang sebagai seorang ASN.

Hadepe