SEMARANG (SUARABARU.ID) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi /SWI) meningkatkan penanganan atas maraknya penawaran investasi dan pinjaman online (pinjol) yang merebak beberapa waktu belakangan ini.
SWI sendiri merupakan wadah koordinasi antara instansi/lembaga dalam rangka mengoptimalkan upaya pencegahan melalui edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat serta penanganan dan penindakan atas penawaran investasi ilegal yang dapat merugikan masyarakat.
Adapun di Jawa Tengah, SWI terdiri atas sembilan anggota, yaitu OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY, Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Bank Indonesia Kpw Provinsi Jawa Tengah, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Komunikasi dan Informatika, Kanwil Kementerian Agama, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah.
Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY, Aman Santosa, mengatakan, saat ini marak ajakan kepada masyarakat untuk menggunakan uangnya pada produk investasi yang didesain sedemikian rupa agar tidak termasuk dalam produk investasi yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan semakin bervariasi jenis dan bentuk serta sasarannya.
“Selain itu juga, pelaku investasi ilegal memanfaatkan tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih kurang,” ungkap Aman dalam acara pers conference FGD virtual terkait investasi dan pinjaman online ilegal di Jawa Tengah, Kamis (12/8/2021).
Berdasarkan data yang dihimpun SWI, total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sejak 2011 sampai dengan 2021 mencapai kurang lebih Rp117,4 triliun. Terkait hal tersebut, sejak dibentuk tahun 2017 s.d. 2021 ini, SWI telah melakukan penanganan terhadap 1.053 investasi ilegal, 3.365 Fintech Lending Ilegal, dan 160 gadai ilegal.
Lebih jauh Aman menyatakan, SWI Provinsi Jawa Tengah sepakat meningkatkan upaya pemberantasan investasi dan pinjaman online ilegal untuk melindungi masyarakat. Hal tersebut disampaikan seusai dilakukannya Focus Group Discussion Sembilan anggota SWI di Jawa Tengah.
Berdasarkan FGD tersebut, dibahas mengenai program pencegahan dan penanganan investasi illegal di Jateng dan DIY. Dalam pelaksanaannya, upaya Preventif yang dilakukan Satgas Waspada Investasi, yaitu dengan cara koordinasi antar anggota satgas, sosialisasi ke masyarakat, dan mengefektifkan sarana pengaduan Satgas Waspada Investasi Jawa Tengah.
Aman menjelaskan, kegiatan edukasi dirasa sangat penting mengingat survei dari OJK tahun 2019 tingkat literasi keuangan yang merupakan indeks level pengetahuan masyarakat terhadap jenis produk keuangan di Jawa Tengah tergolong masih rendah yakni sebesar 47,38%, namun sudah lebih tinggi dibandingkan dari Indeks Literasi Nasional sebesar 38,03%.
“Hal ini mencerminkan masih perlunya edukasi kepada masyarakat tentang produk keuangan, khususnya produk investasi keuangan yang legal,” kata Aman.
Selanjutnya dalam melakukan upaya represif (penegakan hukum), Satgas Waspada Investasi diharapkan mampu melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan dan perundang-undangan apabila ditemukan kegiatan penghimpunan dana atau pengelolaan investasi ilegal yang terjadi di wilayah Jawa Tengah.
Ketua SWI Tongam L. Tobing menyampaikan bahwa modus investasi ilegal yang saat ini tengah merebak di antaranya seperti penawaran investasi dengan modus penanaman pohon jabon dengan pembagian 70% (pemilik pohon) 20% (pemilik tanah) 10%.
Lalu ada penawaran investasi dengan imbal hasil tetap seperti produk perbankan, kemudian money game dengan sistem berjenjang dengan like dan view video aplikasi media sosial Tiktok, berikutnya ada penawaran investasi berkedok cryptoasset/cryptocurrency dengan imbal hasil tetap, yaitu 0,5%-3% per hari atau 15%-90% per bulan hingga penyelenggara exchanger aset kripto tanpa izin Bappebti.
“Dan yang sedikit unik ada modus soal penawaran Investasi Ternak Semut Rangrang dengan iming-iming imbal hasil 50% dalam jangka waktu lima bulan,” katanya.
Selain itu, di tengah pandemi yang masih membayangi masyarakat, ditemukan maraknya penawaran pinjol ilegal yang melakukan kegiatan usaha tanpa seizin OJK dan sering kali melakukan pelanggaran pidana yang merugikan masyarakat diantaranya penipuan dan penggelapan.
Selain itu, ditemukan proses penagihan tunggakan pinjaman yang dilakukan dengan penyebaran konten pornografi, pencemaran nama baik, manipulasi data, dan pengancaman, ungkap Tongam.
Terhadap kelompok pinjol ini OJK bersama Satgas Waspada Investasi diantaranya Kominfo dan kepolisian, melakukan pemblokiran terhadap situs-situs pinjol tersebut dan pelanggaran tindak pidananya ditangani oleh kepolisian.
Tongam menjelaskan, beberapa waktu yang lalu masing-masing anggota SWI sepakat meningkatkan peran dan tugasnya sesuai kewenangannya untuk memberantas kejahatan pinjaman online ilegal.
“Diharapkan anggota SWI di Jawa Tengah terus meningkatkan perannya baik dalam melakukan edukasi kepada masyarakat maupun merespon informasi dugaan investasi dan pinjaman online illegal,” pungkas Tongam.
Terakhir, agar terhindar dari jeratan pinjol, dirinya mengimbau masyarakat harus memastikan 2L, yaitu logis dan legal. Harus diidentifikasi apakah penawaran produk yang disampaikan oleh pelaku usaha, masuk akal dan sesuai dengan kebiasaan atau peraturan yang berlaku serta mengidentifikasi apakah pelaku usaha dimaksud telah mendapatkan legalitas dari otoritas yang berwenang.
Hery Priyono