blank
Mayadina RM, Peneliti Fitra Jateng yang juga Dosen Unisnu Jepara.

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Di tengah kepungan Covid-19 serapan anggaran pemerintah propinsi Jawa Tengah masih rendah. Berdasarkan data progress SP2D BPKAD Provinsi Jawa Tengah per tanggal 31 Juli 2021, belanja APBD Jawa Tengah baru terserap sekitar 29,2% atau 1,4 trilyun.

Persentase dihitung berdasarkan total pencairan dibagi total belanja APBD murni Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2021. Sementara dalam Laporan Realisasi Semester TA 2021, serapan belanja Provinsi Jawa Tengah mencapai 38% atau setara dengan 10,3 trilyun.

blank

Data tersebut diungkapkan oleh Mayadina Rohma, tim peneliti FITRA Jateng kepada SUARABARU.ID, Sabtu (7/8-2021) terkait dengan progres serapan belanja APBD Jawa Tengah. Ia lantas memberikan  tabel serapan anggaran belanja Covid-19 Provinsi Jawa Tengah tahun 2020. Harapannya kejadian itu tidak terulang kembali pada tahun anggaran  2021.

Fitra Jateng menengarai salah satu faktor penyebab lambatnya serapan anggaran ini karena pola belanja pemerintah daerah masih sama dengan saat kondisi normal dimana pola serapan anggaran menanjak pada akhir tahun anggaran. Selain itu, belum terbukanya data anggaran bahkan di kalangan internal sendiri juga ditengarai menjadi salah satu faktor.

Hal ini disebabkan karena anggaran daerah mengalami refocusing, sehingga pelaksana kegiatan masih saling menunggu. Namun penyebab pastinya dapat dikonfirmasi langsung kepada pemerintah dan faktornya bisa beragam.

 Padahal berdasarkan data yang ada,  kondisi pandemi di Jawa Tengah masih cukup mengkhawatirkan. Total pasien yang dirawat di Jawa Tengah terkonfirmasi Covid-19 per 31 Juli 2021 mencapai 381.887. Dari jumlah tersebut 23.442 (6,1%) meninggal dunia dan 320.958 (84%) dinyatakan sembuh. Bahkan tanggal 31 Juli 2021, Jawa Tengah menjadi provinsi tertinggi dengan jumlah 4.896 kasus baru Covid-19.

blank

Sementara Kabupaten/kota yang berstatus resiko sedang (orange) berjumlah 15 dan resiko tinggi (merah) 21 kabupaten/kota serta belum ada kabupaten/kota yang masuk kategori resiko rendah.  Dampak yang ditanggung masyarakat tentu tidak ringan, baik pada aspek kesehatan, sosial, pendidikan, dan ekonomi.

“Dalam situasi seperti ini banyak pihak yang mengandalkan pemerintah untuk membantu meringankan beban hidup melalui paket kebijakan proteksi,” ujar Mayadina

Rekomendasi Fitra Jateng

Terkait dengan serapan anggaran APBD tahun 2021, menurut Mayadina serapan anggaran Covid-19 Provinsi Jawa Tengah tahun 2020 pun masih menyisakan pertanyaan. Sebenarnya pada Mei 2020 lalu, Fitra Jawa Tengah menyampaikan policy brief kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terkait Alokasi Anggaran Penanganan Covid-19 yang Tepat, Manfaat dan Maslahat   di Jawa Tengah.

Menurut Mayadina untuk menyikapi serapan anggaran yang masih rendah, ada sejumlah  rekomendasi yang masih relevan untuk diperhatikan pemerintah. Rekomendasi tersebut antara lain mendorong pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan anggaran dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat yang mendesak khususnya di bidang pelayanan dasar, pendidikan, Kesehatan termasuk di dalamnya pencairan insentif nakes, penguatan ekonomi tingkat ultra mikro, mikro dan menengah.

Ia lantas menjelaskan anggaran Penanganan Covid-19 dialokasikan untuk dukungan vaksinasi, dukungan pada kelurahan dalam penanganan Covid, insentif tenaga Kesehatan daerah, belanja kegiatan prioritas lainnya. Apalagi tahun ini ada kebijakan afirmatif minimal 8% DAU/DBH digunakan untuk penanganan covid (Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK/07/2021).

Kemudian Fitra Jateng juga mendesak kabupaten kota untuk lebih transparan. Salah satu penyebab rendahnya serapan adalah belum terbukanya data anggaran, bahkan di antara para perangkat daerah sendiri selaku pelaksana kegiatan.

“Ketidakjelasan tentang insentif nakes dan ketidakpastian rencana kegiatan penanganan dampak kesehatan mengakibatkan moral hazard bagi para nakes dalam memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat terdampak,” ungkap Mayadina.

Sedangkan program jaring pengaman kesehatan, menurut Fitra Jateng   lebih baik digunakan untuk meningkatkan Fasyankes/Sarpras kesehatan yang sudah ada daripada membangun baru yang sifatnya sementara. “Berdasarkan data dinas kesehatan tahun 2020, terdapat 88 % fasyankes rawat inap yang belum memenuhi standar kelayakan dan 77% non rawat inap yang belum memenuhi standar di Jawa Tengah.

Disamping itu Fitra Jateng juga mendorong Pemerintah Provinsi memiliki paket kebijakan proteksi sosial khususnya untuk kelompok rentan yang terukur, sederhana, cepat sampai ke sasaran termasuk siapa yang wajib diberikan bantuan dan berapa besaran bantuan yang diberikan. PPKM darurat ini menjadi beban berat bagi rakyat.

“Sebagai contoh kelompok nelayan, PPKM Darurat menyebabkan daya beli masyarakat terhadap ikan turun, pasar ikan sepi, harga ikan hasil tangkapan anjlog karena rendahnya serapan ikan dari pengepul dan penjual. Ditambah lagi dengan sulitnya mendapatkan BBM bersubsidi dan penyekatan wilayah membuat daya jangkau nelayan mencari BBM di SPBN terhambat, sehingga nelayan terpaksa membeli BBM eceran yag jauh lebih mahal,” papar Mayadina

Pemeritah Provinsi menurut Fitra Jateng juga perlu memastikan program pengaman Sosial juga menjangkau Guru tidak tetap, guru swasta, guru madin, Guru TPQ, serta guru pondok pesantren yang terkena dampak Covid-19 di Jawa Tengah.

Hal lain yang diusulkan Fitra Jateng adalah perlu diperhatikannya pengarusutamaan gender dalam mitigasi bencana untuk memastikan warga terdampak, warga korban kekerasan, difabel, lansia, tidak sekedar menjadi bagian dari pendataan, melainkan ada bantuan khusus.

Mayadina lantas mencontohkan perlu adanya bantuan  makan bergizi bagi lansia dan anak, layanan korban kekerasan yang selama Covid-19 relative tutup semua, bantuan untuk pendamping difabel juga penting dialokasikan. Sebab tidak semua difabel dapat mandiri.

Hadepe