blank
Ketua Aptrindo Jateng & DIY, Chandra Budiwan. Foto: Ning

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM ) Darurat, diberlakukannya penutupan dan penyekatan jalan sejak 16-22 Juli di sejumlah gerbang tol dinilai menghambat pergerakan manusia.

Pada hari pertama diberlakukannya penyekatan gerbang tol di seluruh Jawa Tengah pada 16 Juli lalu, menuai berbagai kegelisahan dan kebingungan para pengemudi truk.

Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng & DIY, Chandra Budiwan menyampaikan, Aptrindo sangat setuju dengan penerapan PPKM yang dilakukan pemerintah, karena tujuannya baik, yaitu untuk mencegah agar penyebaran virus Covid-19 tidak semakin membabi buta.

“Namun yang kami sayangkan, semua pengemudi truk menjadi kebingungan karena Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) gagal menjalankan salah satu fungsinya sebagai pelindung konsumen, seperti yang tertuang dalam Pasal 3 UU Nomer 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” kata Chandra kepada awak media, Minggu (18/7/2021).

Chandra berharap BPJT bisa lebih aktif berfungsi lagi dari pada sekedar menjadi pemantul bola. Namun harus bisa menjadi goal getter yang berani menggunakan wewenangnya untuk mengambil keputusan.

Menurut Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi & Logistik Aptrindo Jateng & DIY, Agus Pratiknyo, pengelola jalan tol seharusnya memberi peringatan terlebih dahulu kepada seluruh pengguna jalan tol pada awal masuk.

“Sudah seharusnya mereka memberikan peringatan kepada para pengguna jalan tol pada awal masuk seperti di Cikampek misalnya, gerbang tol mana saja yang dibuka untuk keluar masuk di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga para pengguna jalan tol tidak terperangkap dalam jebakan dan mengalami kebingungan mencari jalan keluar,” jelas Agus.

Sehingga, lanjut Agus, kendaraan yang mengalami penyekatan di jalan arteri dan kawasan perkotaan pun tidak kesulitan mencari akses ke jalan tol.

Dikatakan bahwa pada 16 Juli pagi sempat terjadi kekisruhan luar biasa diantara pelaku logistik. “Saat itu, beberapa sopir menghubungi (menelpon) pengusahanya berusaha menanyakan jalan mana yang bisa mereka lalui. Sedangkan para pengusaha yang tidak pernah mengemudikan truk juga ikut bingung, karena jalur truk berbeda dengan kendaraan pribadi,” tandasnya.

Sementara Wakil Ketua Aptrindo Jateng & DIY, Bambang Widjanarko menambahkan, sebaiknya pemerintah bisa memilih phrase yang lebih sederhana daripada menggunakan istilah kritikal dan esensial yang tidak banyak dipahami oleh petugas di lapangan maupun kalangan sopir truk, karena hanya menimbulkan kebingungan saja.

“Sebenarnya gampang saja, pemerintah harusnya bisa mengungkapkan apa maunya secara tegas kepada asosiasi, karena fungsi asosiasi adalah menjembatani antara regulator dengan pengusaha, asosiasi tinggal menjelaskan kepada pengusahanya saja,” ungkap Bambang.

Menurut Bambang, ini merupakan PR pemerintah yang belum terselesaikan. Karena hingga sekarang belum ada komunikasi, bagaimana mensinergikan antara keputusan diatas agar bisa terlaksana di bawahnya.

Ning

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini