Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga
Apa pun, kalau sudah tekan wayahe (sampailah waktunya) tidak seorang pun dapat menolak atau menghindarkan diri seolah-olah mau bersembunyi.
Pada masa jayanya dulu, pusat-pusat “pasar swalayan” ataupun mal sebagai tempat belanja modern, bermunculan dan sangat mengagetkan berikut membanggakan.
Siapa tidak kenal dan tidak tergoda? ingin ke “Matahari” yang ada di mana-mana itu; atau kalau yang tinggal di Yogyakarta sekitarnya, siapa tidak ngiler kepingin ke Amplas, Ambarukmo Plaza. Kemarin-kemarin, semua kepingin berbelanja ke sana (atau saora-orane cuci mata), namun saat ini: Wayahe-wayahe, sungsang buwana balik.
Sungsang buwana balik adalah sebuah perubahan kondisi akibat dari berbagai sebab, dan salah satunya ialah wis tekan wayahe tadi, yaitu sudah sampai pada waktunya (untuk berakhir, berubah, atau pun bertransformasi).
Bagaikan kepompomg, tidaklah selamanya sebuah kepompong terus, pada saatnya dia akan berubah bentuk yang sangat mungkin berkebalikan.
Sungsang buwana balik merumuskan betapa tiba saatnya terjadi wolak-waliking zaman, yakni berubahnya kondisi seseorang atau pun mungkin juga sesuatu.
Biyen kuwasa, saiki ora duwe apa-apa, dulunya sih penuh kuasa, tetapi sekarang tidak memiliki apa pun: kekuasaan tidak punya lagi, harta benda pun sudah habis mungkin.
Dulu-dulu terhitung orang berpangkat dan dihormati (gila hormat juga?), namun sekarang tidak dikenal orang, bahkan ada yang mengalami secara tragis karena tidak seorang pun mau menyapanya lagi.
Sungsang buwana balik juga melukiskan betapa yang dulunya asor (bawahan), sekarang bisa/sedang berkuasa, punya pangkat, tidak lagi melarat seperti dulu. Dan sebagainya.
Terbalik
Seperti diketahui sungsang itu artinya kewalik, terbalik, atau berkebalikan dari yang biasa terjadi. Seorang bayi dikatakan lahir secara sungsang apabila yang keluar kakinya atau bahkan punggungnya duluan, sementara yang biasanya atau umumnya terjadi kepala atau tanganlah yang duluan keluar.
Baca Juga: Antusiasme Berburu Vaksin Mengalahkan “Doyane Ngluwihi Setan, Covid-e Ngluwihi Dulit”
Siapakah saat ini sedang mengalami kondisi sungsang buwana balik? Pada saat Covid 19 semakin nggegirisi (menakutkan) ini, semua pihak benar-benar sedang mengalami wolak-waliking zaman.
Dulunya pemberani, saat ini menjadi penakut, dulunya suka bersikap jumawa, sekarang harus mengakui diri betapa rapuh dan keoknya hidup ini; dulunya kaya raya, sekarang isih isa mangan, wis matur nuwun (masih bisa makan, sudah bersyukur).
Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya, kemarin-kemarin usahanya merugi terus, nah justru saat sekarang inilah panen dan menghasilkan rejeki yang luar biasa banyaknya.
Tatanan hidup sosial juga mengalami sungsang buwana balik, dulunya tidak boleh orang berpangku tangan hanya tinggal diam di rumah saja, sekarang justru sangat dianjurkan tinggallah di rumah saja, jangan pergi-pergi jika tidak sangat mendesak.
Demi keselamatan dan kesehatan bersama, sekarang orang harus berjauhan atau sekurang-kurangnya mengambil jarak; padahal hidup sosial kemarin-kemarin, jika melihat ada orang semacam itu berarti dia mengucilkan diri atau dikucilkan oleh lingkungannya.
Kalau sudah dan sedang sampai waktunya seperti ini, sikap terbaik kita ialah: Mari kita jalani sepenuh iklhas hati karena memang tidak dapat kita hindari lagi.
Wolak-waliking zaman sedang terjadi, sedang menempa setiap orang untuk siap sedia berubah juga; bahkan dalam hal semakin merebaknya Covid 19, ada sejumlah ahli penyakit mengatakan: Kita harus siap hidup berdampingan dengan virus Corona, seperti halnya kita sudah tidak pernah lagi saat ini mempermasalahkan flu.
Kalau terkena flu, anggap saja biasa dan sangat bisa terjadi; atasi dan sembuhkanlah saja dengan pola makan dan istirahat serta obat yang memang cocok untuk menyembuhkan diri dari flu.
Intinya, mari tetap siap siaga mengalami dan menghadapi perubahan zaman seperti apa pun, berlandaskan pada hati lapang dan ikhlas.
(JC Tukiman Tarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan)