KEBUMEN (SUARABARU.ID) -Sejumlah petani lahan kering di Desa Lerepkebumen, Kecamatan Poncowarno, Kebumen, kini sedang menikmati musim panen tembakau.
Bahkan musim panen kali ini tergolong bagus. Meski belum semua tanaman tembakau petani siap petik. Sebagian petani telah merasakan panen tembakau saat harga tinggi. Tembakau kering rajangan dan dijemur bisa laku Rp 150 ribu. Bahkan ada yang laku sampai Rp 170 ribu per kilogram.
Sarwadi, petani tembakau di Desa Lerepkebumen kepada Suarabaru.id Minggu (27/6) menuturkan, dia selama ini menanam tembakau pada lahan seluas 60 ubin atau sekitar 840 meter persegi. Ia menami lahan kering di dataran tinggi itu dengan tembakau jenis ontel.
Maka sejak bebarapa hari terakhir telah memanen. Ia dibantu dua perja perajang dan beberapa wanita penjemur dan pemilah tembakau. Untuk pemasaran tembakau kering juga tidak sulit. Sebab para tengkulak atau pedagang akan datang setelah tembakau rajangan milik petani sudah mengering.
Dalam tiga sampai empat hari jemuran tembakau kering dan siap dipasarkan. Tembakau Kebumen selama ini masih sebatas untuk memenuhi pasar lokal seperi Pasar Kutowinangun, Pasar Tumenggungan Kebumen, Pasar Wonokriyo Gombong dan pasar tradisional lainnya. Sebagian juga ada yang dipasok ke daerah sekitar seperti Purworejo dan Wonosobo.
Siti Rohani, perempuan warga Lerepkebumen yang juga menanam tembakau mengakui, dirinya sudah memanen tembakau sejak beberapa waktu lalu dan telah laku dijual. Saat menjual masih laku Rp 170/kilogram. Tanaman tembakau itu siap dipanen saat umur 100 hari.
Lahan Desa Lerepkebumen sebagian berupa dataran tinggi dan tidak memperoeh pasokan irigasi teknis sehingga kini petani banyak menanam tembakau. Ada pula yang menanam pohon jati dan tanaman keras.
Desa Tua di Kebumen
Satu dua petani warga Lerepekebumen yang memiliki modal dan lahan juga memelihara ayam potong. Desa Lerepkebume tergolong masih asri dan dari pusat kota Kebumen sekitar 7 kilometer arah timur sebelum pusat kota Poncowarno.
Desa ini termasuk desa tua di Kebumen. Asal nama Desa Lerepkebumen diambil dari salah satu tokoh cikal bakal Kebumen, Pangeran Bumidirjo. Dari sejarah beberapa babad mengisahkan, Pangeran Bumidirjo merupakan paman Sunan Amangkurat I dari Mataram.
Pada sekitar 1670-an Pangeran Bumidirjo melewati desa ini dalam perjalanan dari Desa Kebumen ke Desa Karangsari Kutowinangun. Pangeran Bumidirjo menyingkir dari Mataram karena tidak sepaham dengan Sunan Amangkurat I yang memerintah tidak adil dan bersikap kejam terhadap punggawa kerajaan yang tak disukainya .
Pangeran Bumidirjo tiba di Panjer dan tinggal di dekat Sungai Luk Ulo menyamar sebagai Ki Bumi atau Kiai Bumi dan membuka Desa Kabumian. Lama-lama menjadi Kebumen. Selanjutnya meneruskan perjalanan ke Kutowinangun. Namun beristirahat (lerep) semalam di desa tersebut. Pangeran Bumidirjo akhinya meninggal dan dimakamkan di Desa Lundong, Kutowinangun.
Desa yang disinggahi semalam oleh Ki Bumi itu selanjutnya menjadi Desa Lerepbumen atau Lerepkebumen. Desa ini masuk Kecamatan Poncowarno, merupakan kecamatan pemekaran dari sebagian wilayah Kecamatan Kutowinangun.
Komper Wardopo