JEPARA ( SUARABARU.ID) – Penambahan secara signifikan jumlah warga Jepara yang terkonfirmasi COVID-19 dan meninggal dunia dengan status probable dan positif terkonfirmasi harus menjadi pelajaran berharga bagi Pemerintah Kabupaten dan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Jepara.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Jepara, Drs Junarso saat diminta tanggapannya terkait dengan penanganan Covid-19 Jepara menyusul tren penambahan yang sangat signifikan mulai awal bulan Juni. Sementara tidak ada tindakan extra ordinary atau luar biasa untuk menghentikan peyebaran kasus ini.
Karena itu politisi PDI Perjuangan ini minta, agar Pemeritah Kabupaten Jepara dan Satgas Covid-19 untuk melakukan langkah-langkah antisipasi yang strategis serta dituangkan dalam peta jalan yang jelas dan terukur. Harapannya dapat dijadikan panduan semua pemangku kepentingan dan juga masyarakat.
“Jangan sampai saat dipuncak terjadi ledakan dan korban semakin banyak, baru kita semua kebingungan,” ujar Junarso yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPC PDI Perjuangan Jepara.
Junarso lantas menjelaskan, karena yang dihadapi ini wabah yang cepat menular, maka penanganannya juga harus berdasarkan kaidah-kaidah epidemiologi dan mempertimbangan cara-cara keilmuan. Bukan hanya kegiatan serimonial dan pencitraan, sementara-angka-angka risiko penyebaran Covid-19 tidak digunakan sebagai pendoman.
Akibatnya menurut Junarso kemudian terjadi ledakan tanpa dapat diantisipasi secara maksimal. Indikatornya dapat dilihat pada melonjakya angka warga yag terkonfirmasi positif Covid-10 serta 2500 lebih warga Jepara yang terpaksa harus isman karena rumah sakit tidak lagi dapat menampung pasien, bahkan dengan gejala berat. “Akibatnya banyak yang kemudian meninggal saat mencari ruang isolasi, karena semua ruang isolasi telah penuh,” ujar Junarso.
Apresiasi Perjuangan Nakes
Disisi lain, beban pelayanan tenaga kesehatan yang sangat berat, membuat daya imun dan daya tahan mereka menurun karena kelelahan. “Akibatnya mereka kemudian banyak terpapar. Mulai pasca liburan lebaran hampir 500 lebih tenaga kesehatan yang harus isman karena terpapar Covid-19 yang tersebar diberbagai fasilitas kesehatan, termasuk Puskesmas. RSU RA Kartini sendiri mencapai 200 orang. Bahkan ada yang gugur dalam perjuangannya melawan virus ini,” papar Junarso.
Jika yang terpapar ini bidan desa atau yag berada di garda paling depan penanganan Covid – 19, maka dampaknya akan luar biasa karena berpengaruh terhadap perawatan dan pemantauan warga yang isman, testing dan juga trecing. Apalagi lagi jika kepala puskesmas yang menjadi nahkoda juga terpapar seperti yang terjadi disejumlah puskesmas.
“Tentu akan berpengaruh terhadap kinerja pelayanan Puskesmas yang menjadi faslitas kesehatan terdepan. Bahkan sistem pelayanan kesehatan secara umum,” ungkap Junarso.
Ia mencemaskan, jika peningkatan angka ini tidak dicermati dengan benar-benar berdasarkan kaidah-kaidah epidemiologis dan data yang benar, maka bisa saja meledak dan mengakibatkan fasilitas kesehatan lumpuh dan tidak mampu memberikan pelayanan kepada warga yang membutuhkan..“Sebab banyak nakes yang terpapar dan jumlah warga yang membutuhkan pertolongan meningkat tajam,” tambah Junarso.
Perilaku baru
Untuk dapat mengendalikan penyebaran virus ini tidak boleh hanya dilakukan penanganan secara komprehensif di hilir seperti perawatan warga yang sakit, dengan mengabaikan persoalan pokok yang ada di hulu yaitu kesadaran bersama tentang 5 M yang rendah.
“Perlu dirumuskan formula baru ubah laku yang benar-benar dapat dilaksanakan. Tentu harus melibatkan tokoh-tokoh lokal, termasuk tokoh agama,” ujar Junarso.
Harus ada model pendekatan baru dalam mensosialisasikan gerakan 5 M yaitu memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, menghindari kontak serta mengurangi mobiltas.
“Juga perlu konsitensi dalam melakukan penegakan disiplin serta selalu menjaga kepercayaan masyarakat.,” ujar Junarso. Jangan sampai dilarang tetapi dibiarkan terjadinya pelanggaran. Akibatnya masyarakat tidak percaya, tegasnya.
Hadepe