WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Panjangnya masa pandemi global Covid-19 yang kini telah berlangsung hampir satu tahun menuntut perubahan pola pikir dan strategi pemasaran bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah di Wonosobo.
Perajin batik khas Wonosobo menjadi salah satu pelaku usaha yang mengaku sangat terdampak kondisi tak menguntungkan tersebut. Akibat wabah virus Corona terjadi pembatasan kegiatan masyarakat.
Demi mempertahankan eksistensi dan tetap mengasah kreasi, mereka berupaya terus berkreasi dan memasarkannya dengan cara berbeda.
Gelaran “Fashion Show Nang Ndalan” menjadi satu strategi pemasaran yang ditempuh untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa para perajin batik yang tergabung dalam Klaster Batik Asri Wonosobo tersebut tak surut langkah di tengah masa-masa berat akibat wabah global virus Corona.
Ketua Klaster Batik Asri Wonosobo, Mulyani, Kamis (3/6), menyebut tak kurang dari 24 kelompok perajin batik turut dalam gelaran “Fashion Show Nang Ndalan” yang memilih Gerbang Mandala Wisata Mendolo Bumireso sebagai lokasi acara.
Ditemui di sela kesibukannya sebagai pengajar di SMP Negeri 2 Selomerto, Mulyani mengakui ide untuk menyelenggarakan fashion show batik di Gerbang Mandala Wisata juga dalam rangka mengantisipasi potensi penularan dan penyebaran virus Corona.
“Konsep tempatnya dipilih yang terbuka dan lapang. Sehingga bisa menerapkan jaga jarak yang aman. Juga merupakan ruang publik yang bisa diakses banyak orang. Namun tetap menghindari terjadi kerumunan,” terangnya.
Kepada para peserta fashion show, pengajar yang berprofesi sebagai penari dan koreografer itu juga senantiasa meminta agar mereka menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan dan penyebaran penyakit Covid-19.
Dari seluruh kelompok perajin yang diundang, Mulyani menyebut hanya 3 kelompok yang tidak hadir karena berbagai hal. Sehingga dirinya mengaku sangat bersyukur kegiatan dapat berlangsung aman, meski dalam kesederhanaan.
Nilai Seni
“Sejumlah 33 model yang terlibat memeragakan batik batik hasil kreasi cluster Asri juga tampil sangat luar biasa dan menjadi semakin meriah dengan dukungan dari para fotografer yang tergabung dalam HPPW,” urainya lebih lanjut.
Para perajin batik khas Wonosobo, menurut Mulyani, saat ini tengah disibukkan dengan kerja cukup besar, yaitu memenuhi pesanan 2.000 lembar kain yang akan dikenakan para pejabat dilingkup birokrasi, dalam pisowanan dalam rangka Hari Jadi Wonosobo pada Juli mendatang.
“Kain pisowanan, yaitu jenis Tunggul Madyo maupun Purbayasa yang nantinya akan digunakan Perangkat Desa, Kecamatan dan Kantor Dinas yang ada di Pemkab Wonosobo, sebagai kain seragam yang akan digunakan untuk Hari Jadi Wonosobo,” urainya.
Pihaknya berharap dengan dibuatnya kain pisowanan oleh klaster dengan anggota kelompoknya, akan mampu menggerakkan roda ekonomi kreatif di tingkat pembatik lokal.
Membatik, menurut Mulyani, tidak sesederhana yang terlihat seperti menorehkan malam dan warna pada selembar kain. Tapi butuh sentuhan seni dan estetika. Sehingga batik punya nilai seni dan budaya.
“Seperti mengandung nilai-nilai budi pekerti seperti sabar, tekun, teliti, jujur, kerjasama, hingga gotong royong yang mampu mengantarkan setiap perajin untuk memiliki sikap-sikap terbaik,” pungkasnya.
Muharno Zarka