Oleh : Hadi Priyanto
Konon buah belimbing Welahan mulai ditanam di dukuh Temenur bersamaan masuknya bangsa China ke Jepara. Sebab disamping membawa tanaman obat-obatan, mereka juga membawa sejumlah bibit tanaman pangan, termasuk bibit buah belimbing. Bibit belimbing tersebut kemudian ditanam disekitar tempat mereka bermukim.
Karena cita rasanya lezat, tanaman tersebut kemudian dikembangkan pada masa kolonial Belanda di dukuh Temenur. Semula buah belimbing di Temenur ada 3 jenis yaitu belimbing kunir, belimbing kapur warna putih dan belimbing kecut yang berwarna jingga namun rasanya asam sekali. Namun dari 3 verietas ini telah berkembang menjadi ratusan jenis.
Dukuh Temenur sendiri sebenarnya masuk wilayah Desa Welahan. Namun letaknya berada disebelah Timur desa Ketileng Singolelo. Dari padukuhan inilah belimbing Welahan berkembang hingga mencapai masa keemasan pada tahun 1980 – 1990. Belimbing Temenur merajai pasar buah diberbagai kota.
Buah belimbing yang hasilnya melimpah setiap musim panen ini kemudian banyak dijual ke Demak yang letaknya relatif dekat dengan Welahan. Para pedagang luar kota kemudian membeli belimbing Welahan di kota Demak. Lambat laun orang lebih mengenal belimbing kunir Welahan dengan sebutan belimbing Demak.
Saat itu di Welahan terdapat sekitar 100.000 pohon belimbing yang tersebar di desa Welahan, Ketileng Singolelo, Paren, Kalipucang Wetan , Bugo dan Gedangan. Namun sekarang tanaman belimbing hanya ada di desa Welahan , Ketileng Singolelo dan Gedangan sekitar 1.000 pohon.
Pasalnya banyak lahan perkebunan belimbing yang sudah beralih fungsi. Disamping itu setelah era reformasi para petani belimbing mulai menggunakan insektisida dan pupuk kimia untuk merawat mengendalikan hama pohon belimbing. Pada mulanya satu sampai lima tahun mengalami produktivitas panen buah yang melimpah.
Namun setelah itu hasil panen mengalami penurunan drastis karena banyak pohon belimbing yang mengalami kerusakan dan mati. Ini disebabkan penggunaan insektisida dan pupuk kimia yang berlebihan. Akibatnya memunculkan hama baru seperti perekat batang. Karena itu buah belimbing kunir yang lezat rasanya kini semakin pudar. memudar.
Padahal nilai jual belimbing kunir sangat tinggi dan minimal berbuah empat kali dalam setahun. Jika dirawat derngan baik, satu pohon bisa memghasilkan 50 kg buah belimbing. Sedangkan harga buah belimbing non organik ketika musim kemarau seperti ini di tingkat petani Rp. 13.000 per kg. Namun buah belimbing kunir non organik bisa laku di pasaran Rp. 20.000 – Rp. 25.000 per kilonya.
Setelah panen belimbing langsung di antarkan ke tempat bakul buah yang sekarang hanya tersisa 4 orang. Setelah dikemas dalam keranjang, buah belimbing di jual oleh para bakul ke pasar Jepara kota, pasar Bintoro Demak dan pasar Bitingan Kudus, Jepara, Semarang dan bahkan Jakarta.
Ingin Dikembangan Jadi Agrowisata
Kini ada keinginan kuat dan harapan dari para petani belimbing di Welahan dan Ketilieng Singolelo untuk bisa mengembangkan Agrowisata Belimbing Kunir Welahan – Ketileng Singolelo. Atau membuat pasar dan even khusus untuk memasarkan belimbing ini. Juga mengembangkan kembali tanaman buah belimbing yang jumlahnya semakin berkurang setiap tahun.
Padahal tanaman buah ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Mungkin Jepara perlu belajar dari Demak yang berhasil mengembangkan jambu delima dan jenis lainnya untuk mengangkat perekonomian warganya. Tentu sangat diperlukan uluran tangan Pemerintah Kabupaten Jepara untuk mewujudkan mimpi dan harapan itu.
Bagi Anda yang ingin dapat menikmati kelezatan belimbing Kunir dari Temenur Welahan dan Ketileng Singolelo dapat menghubungi Edi Mustofa dari dukuh mBedayun RT 3, RW 4 Desa Ketileng Singolelo Kec. Welahan Jepara di nomor telpon /WA 082333816167.
Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID