Oleh : Hadi Priyanto
Pasca libur lebaran dua wilayah perbatasan Jepara – Kudus yaitu Kecamatan Nalumsari dan Mayong rawan menjadi klaster baru dan dikhawatirkan virus yang menjangkiti adalah varian / mutan baru. Dari data yang dirilis oleh Satgas Penanganan Covid-19 tanggal 25 dan 26 Mei 2021terjadi lonjakan kasus yang yang cukup signifikan di kedua wilayah ini.
Pada tanggal 25 Mei diumumkan 56 orang raga Jed[para yang terkonfirmasi Covid-19. Dari jumlah tersebut 30 orang berasal dari Kecamatan Nalumsari yang tersebar di Desa Nalumsari 21 orang, Blimbingrejo 5 orang, Tunggul Pandean 3 orang dan Daren 1 orang.
Sementara 7 orang berada diwilayah kecamatan Mayong tersebar di Desa Datar, Ngroto, Buaran, Mayong Kidul, Kuanyar, Pelemkerep dan Pelang.
Sedangkan pada tanggal 26 Mei 2021 dirilis data pasien baru sebanyak 80 orang. Dari jumlah ini 48 orang berasal dari wilayah Kecamatan Nalumsari yang tersebar di Desa Nalumsari 32 orang, Blimbingrejo, Tunggul Pandean 5 orang, Ngetuk 2 orang, Muryolobo 1 orang dan Moryolobo 1 orang.
Untuk tanggal 27 Mei, diumumkan kembali 1 orang warga desa Blimbing rejo terkonfirmasi serta 2 warga Kecamatan Mayong dari Desa Singorojo dan Paren.
Dengan demikian total warga desa Nalumsari sejak wabah ini masuk ke Jepara 2 tahun lalu sampai Jumat 27/5-2021 tercatat 92 orang yang terdiri dari 1 orang dirawat di rumah sakir, 60 orang isolasi mendiri, 28 orang dinyatakan sembuh dan meninggal dunia 3 orang. Dari jumlah tersebut 53 orang berasal dari pengumuman 3 hari terakhir ini.
Temuan kasus di desa Nalumsari yang penyebarannya sangat cepat ini tentu perlu mendapatkan perhatian semua fihak. Para pemangku kepentingan dan juga masyarakat.
Apalahi jika dalam test swab terdapat pasien dengan nilai sampel positif dengan CT dibawah 25. Sebab dengan nilai CT rendah, kadar virus makin tinggi dan ganas. Untuk mengetahui apakah hal tersebut karena varian baru, maka perlu dilakukan pemeriksaan WGS di laboratorium FK UGM Yogyakarta yang telah ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan sampel dengan kriteria khusus di Provinsi DIY dan Jateng.
Belum lagi jika virus sudah menyerang kelompok yang sebenarnya tidak rentan yaitu usia di bawah 18 tahun. Juga adanya pekerja migran yang kembali ketanah air. Walaupun tidak berasal dari dukuh Gandu, Desa Nalumsari, di desa – desa lain di wilayah Kecamatan Nalumsari terdapat kurang lebih 20 orang pekerja migram yang baru saja kembali kekampoung halannya sebelum tanggal 10 Mei.
Kewaspadaan bukan hanya pada wilayah di Kecamatan Nalumsari tetapi juga Mayong dan bahkan wilayah lain, termasuk di Mlonggo dimana di Desa Jambu Timur ditemukan kasus yang memiliki penyebaran yang cepat yang telah menyebabkan 3 orang dari satu keluarga meninggal dunia.
Bahkan ada yang meninggal dalam usia muda tanpa penyakit penyerta dengan CT di bawah 25. Sementara saudaranya juga sempat dirawat dirumah sakit. Menurut informasi, dua sampel pasien dari Jambu Timur ini diperiksakan WGS di laboratorium FK UGM Yogyakarta.
Dua skenario
Ada dua skenario yang bukan saja berlaku secara nasional tetapi juga internasional untuk membendung penyebaran kasus Covid-19. Pertama dengan sungguh-sungguh melakukan 3 T, testing, tracing dan treatment serta jujur dan benar dalam pengelolaan data.
Disamping itu perlu dibangun komunikasi publik yang baik dengan masyarakat melalui pengembangan komunikasi krisis. Dalam komunikasi ini para pemangku kepentingan dituntut untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan kriteria komunikasi kritis yaitu up to date, apa adanya, instruktif, empati serta respek dengan tujuan agar masyarakat lebih paham menghadapi pandemi Covid-19.
Dalam komunikasi kiritis ini, data-data tentang positive rate, angka kematian, kapasitas rumah sakit, klater-klaster baru, dan capaian vaksinasi jika disampaikan dengan baik justru akan menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat.
Sedangkan skenario kedua adalah melaksanakan protokol kesehatan yang meliputi memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Tidak mudah memang melaksanakan ditengah-tengah mulai munculnya sikap apatis dan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat.
Namun ini harus dilakukan karena merupakan cara yang efektif untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Ada kalanya menggunakan pendekatan persuasif dan humanis tetapi kadang perlu juga dengan penegakan hukum.
Pelibatan tokoh-tokoh lokal dan pendekatan dengan menggunakan kearifan lokal juga efektif untuk menjadikan protokol kesehatan sebagai perilaku baru. Prokes 5 M dilaksanakan masyarakat sebab mengetahui manfaatnya hingga tumbuh kesadaran pribadi dan juga kesadaran kolektif masyarakat.
Sebaliknya sikap abai sebagian besar masyarakat, tentu akan membuat penanganan Covid-19 semakin berat dan akan memerlukan waktu panjang untuk memutus mata rantai penyebarannya. Akibatnya, bukan saja mengancam keselamatan bersama tetapi dampak yang menyertaintya juga semakin sulit diurai..
Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID Jepara