KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)- Setiap H+5 Lebaran , masyarakat Dusun Kedhitan, Desa Pogalan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang mempunyai tradisi yang unik. Yakni, melaksanakan tradisi Sungkem Telompak.
Ritual tersebut dilaksanakan di sebuah sumber mata air Telompak di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.
Sekitar pukul 12.00 WIB, rombongan warga Dusun Kedhitan yang dipimpin dipimpin pemuka masyarakat setempat Parto Wiyoto Sujak, datang ke Dusun Gejayan, atau sekitar 7 kilometer dari Dusun Pogalan.
Sebagian masyarakat Dusun Pogalan datang dengan memakai pakaian kesenian “Campur Bawur”. Sebelum melakukan ritual, mereka datang ke rumah Juru Kunci Sendang Telompak, yakni Alip.
Kedatangan mereka ke rumah juru kunci tersebut, untuk meminta izin melaksanakan ritual tersebut. Setelah itum rombongan masyarakat Dusun Kedhitan yang menuju Pertapaan Telompak atau sekitar 500 meter dari rumah sang juru kunci.
Di sumber mata air tersebut, masyarakat setempat lalu memanjatkan doa-doa untuk keselamatan warga dua desa yang ada di lereng Gunung Merbabu.
Usai ritual tersebut, warga Kedhitan yang mengikuti acara tersebut “nglalap berkah” dengan mengambil air dari sumber itu dengan menggunakan botol bekas air mineral dan lainnya untuk dibawa pulang. Selain itu, di antara mereka membasuh muka dari pancuran di mata air tersebut.
Tokoh masyarakat Dusun Gejayan, Riyadi mengatakan, ritual Sungkem Telompak tersebut telah dilaksanakan secara turun temurun sejak 1932 silam.
Ritual tersebut dilakukan agar semua warga Dusun Kedhitan mendapatkan kelimpahan rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa melalui mata pencaharian warga dusun itu.
Ia menuturkan, kalaitu, tahun 1932 terjadi paceklik di Kedhitan, masyarakat setempat tidak bisa menanam apa-apa, dan juga tidak ada yang dipanen, air juga tidak ada.
kemudian, di saat musim kemarau berkepanjangan, warga setempat kemudian berdoa di mata air Telompak dan mendapatkan petunjuk dari penunggu mata air yang dikenal sebagai Prabu Singa Barong.
“Karena saat ini doanya dikabulkan, maka setiap hari kelima Lebaran, masyarakat Dusun Kedhitan selalu melakukan ritual yang dikenal dengan ritual Sungkem Telompak,” katan mantan Kepala Desa Banyusidi ini.
Lestarikan Sumber Air
Menurutnya, ritual Sungkem Telompak tersebut mempunyai dua tujuan. Yakni secara fisik saat tradisi ini, masyarakat dua dusun bertemu dan bersilaturahmi di Bulan Syawal.
Selain itu secara spiritual mereka menjalankan semangat untuk melestarikan lingkungan yakni sumber air “Telompak’.
“Air yang menetes di celah-celah batu yang ada di tempat itu hingga saat ini tidak pernah surut, meskipun di musim kemarau,” ujar Riyadi.
Ia menambahkan, meskipun telah dilaksanakan sejak puluhan tahun , ritual tersebut masih dilestarikan oleh masyarakat Dusun Kedhitan.
Meskipun, seiring kemajuan zaman ada sedikit perbedaan. Yakni, dulu masyarakat dari Dusun Kedhitan yang jaraknya sekitar 7 kilometer saat melaksanakan ritual tersebut berjalan kaki, kini banyak yang menumpang mobil maupun mengendarai sepeda motor.
“Meskipun adanya sedikit perbedaan dengan zaman dulu, tetapi tidak menghilangkan nilai-nilai yang ada dalam ritual tersebut,” katanya.
Sebagai ungkapan terima kasih kepada warga Dusun Gejayan, Kesenian “Campur Baur” dari Dusun Kedhitan tampil pentas di halaman rumah juru kunci “Telompak”.
Namun pentas kesenian di ritual Sungkem Telompak tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Yakni, tidak ada pentas kesenian lainnya . Selain itu, peserta Sungkem Telompak ini sangat terbatas dan acara dilaksanakan secara singkat.
Sementara pada tahun-tahun sebelumya, peserta yang berasal dari Dusun Keditan tersebut jumlahnya mencapai ratusan orang dan acara diteruskan dengan tampilnya berbagai macam kesenian hingga larut malam.
Tetapi, tahun ini tidak ada kesenian yang tampil untuk menghibur masyarakat Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.
“Sebenarnya banyak kelompok kesenian dari beberapa kecamatan sekitar yang ingin ikut pentas, tetapi kami tolak. Karena, pandemic covid-19 belum juga reda,” imbuhnya. Yon