Plt. Asisten 1 Bupati Blora, Sugiyanto pimpin rapat audiensi dengan Kedungtuban Bersatu, di ruang pertemuan gedung samin. Foto: ist

BLORA (SUARABARU.ID) – Sejumlah warga yang menjadi peserta ujian penjaringan dan penyaringan Perangkat Desa se-Kecamatan Kedungtuban yang menamakan diri Kedungtuban Bersatu, kembali mendatangi Kantor Bupati Blora,  Jumat (16/04/2021).

Kehadiran warga yang menamakan diri Kedungtuban Bersatu diterima secara  Pelaksana Tugas (Plt.)  Asisten Bupati Bidang Pemerintahan, Sugiyanto, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Hariyanto, Staf Khusus Bupati Bidang Hukum, Kuat Prihantoro, didampingi Kepala Bagian Hukum Setda Blora, Bondan, di ruang pertemuan gedung Samin Surosentiko.

Perwakilan dan peserta uji penjaringan dan penyaringan Perangkat Desa di Kecamatan Kedungtuban ungkap dugaan jual beli jabatan Perangkat Desa.

“Ini adalah audiensi kami yang kedua, mengingat jawaban hasil dari audiensi pertama kali beberapa waktu yang lalu, tidak memuaskan kami, dan kami akan buka kembali semua fakta – fakta dan kejanggalan – kejanggalan lebih banyak lagi, termasuk dugaan jual beli kursi jabatan Perangkat Desa,” ujar M. Nasroh, peserta ujian perangkat dari Desa Wado.

Pelaksanaan Tidak Normatif

Di saat yang sama, Muhammad yang mewakili istrinya, peserta ujian komputer di Desa Jimbung, meminta agar hasil ujian perangkat dibatalkan, karena pelaksanaannya diduga penuh kejanggalan dan tidak normatif, bahkan terdapat temuan manipulasi angka nilai peserta.

“Salah satunya adalah belum ada tanda tangan MOU pihak ketiga pelaksana ujian komputer dari EEC dengan Panitia Seleksi, kemudian saat penilaian kenapa justru pihak ketiga, dalam hal ini EEC duduk di belakang, justru panitia yang mengoreksi dan sekaligus memberi nilai, sehingga dugaan kami, hasil nilai EEC tidak sama dengan hasil yang dikeluarkan oleh Panitia Seleksi,” ungkap Muhammad, yang juga mantan Kades Jimbung.

Muhammad, Koordinator Kedungtuban Bersatu memaparkan kejanggalan ujian, di ruang pertemuan gedung samin. Foto: Ist

Sarjana Tidak Lolos

Sementara itu, hal yang memilukan juga diungkap oleh M. Supardan, yang mewakili anaknya, Santi Pangesti, yang ikut seleksi Perangkat di Desa Ketuwan. Sarjana alumnus Universitas Negeri Malang, yang ikut ujian komputer di Desa Ketuwan. Dinyatakan tidak mampu mengoperasikan komputer.

“Padahal jika sesuai dengan Perbup Nomor 36 Tahun 2019 Pasal 16, jelas anak saya mampu, wong di rumah kerjaannya di depan laptop kok, saat ujian skripsi dan buktinya lulus kuliah, saya menduga ada yang melakukan perubahan nilai dan ini pidana, saya punya bukti – buktinya,” ujar M Supardan.

Jual Beli Kursi

Terkait jual beli kursi, dengan lantang dan bersumpah Demi Allah, menyampaikan pernyataan Kepala Desa Wado, yang menyebutkan angka – angka atau harga untuk dapat menjadi carik dan perangkat lainnya dengan nilai sebesar Rp 800Juta untuk Carik, dan nilai sebesar Rp 350Juta untuk perangkat lainnya.

“Saya bersumpah Demi Allah, Kepala Desa menyebut harga kursi sebesar Rp 800 juta untuk Sekdes, dan untuk Kaur diminta Rp 350Juta, dan diminta menyediakan Rp150 juta dulu sebelum ujian komputer dilaksanakan, sisanya nanti kalau sudah jadi dilantik, dan untuk pemenang penjaringan peringkat 1, bernama Helmi dan 2, Riris  juga ada angka hingga Rp 350 Juta, untuk itulah saya minta agar ujian Perangkat ini dibatalkan, dan ini sudah kami adukan ke Ditreskrimsus Polda Jateng,” tandas Nasroh.

Kudnadi