blank
Ilustrasi, wartaekonomi co.id

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Siapa belum pernah merasakan tiba (jatuh)? Rasanya, hampir semua orang pernah mengalami jatuh, hanya kadar dan jenis jatuhnya pasti berbeda.

Ada yang berakibat parah/fatal karena terjatuh, ada yang sama sekali tidak sakit, lecet pun tidak, bahkan ada juga yang mungkin jatuhnya malah dingo guyonan karena lucu. Bayangkan saja jatuh karena kepleset keset atau karena nyandhung sarung, dapat juga karena ngoyak cecak.

Perseteruan antar dua kubupun  mungkin juga dapat menyebabkan dua-duanya jatuh, atau salah satu kubu yang jatuh sementara kubu satunya tidak. Mungkin juga dua-duanya tidak jatuh karena, misalnya perseteruan dapat didamaikan, atau karena ada win-win solution, padha menange, padha kalahe.

Saat ini, tetap masih sangat relevan bertanya: Akan seperti apa penyelesaian perseteruan dua kubu di Partai Demokrat? Apakah dua kubu itu “kelak” akan jatuh dua-duanya; ataukah salah satu menang dan satunya jatuh bin gigit jari; ataukah dua-duanya akan menang?

Tegasnya, dengan ungkapan Jawa, ada rumusan pertanyaan sangat khas: Sapa bakale tiba kasur, sapa sing bakal tiba malang?

Tiba Kasur

Tiba kasur menggambarkan orang/pihak yang nemahi utawa nemu kepenak kanthi ora kejarag. Inilah yang sering disebut dengan ungkapan beja (beruntung) dan kalau sedemikian besar keberuntungannya, ungkapannya beja kemayangan.

Apakah orang/pihak yang sebetulnya hanya iseng-iseng berhadiah, dapat termasuk orang/pihak yang tiba kasur seperti itu,  bila “kelak” ia/mereka menang?  Sangat boleh jadi begitu, karena namanya iseng-iseng berhadiah kan ora kejarag,  kemenangan atau keberuntungan itu tidak dirancang atau diperhitungkan sebelumnya.

Contohnya, mengirim pesan lewat WA dan keliru alamat, ehh.. ternyata malah berlanjut dadi bojone. Nah …..inilah tiba kasur tenan. Pertanyaan terkait ontran-ontran di PD apakah sebatas “Mulainya iseng-iseng berhadiah saja? ”Entahlah.

Namun bila “kelak” ada dewi fortuna nganglang jagad dan ada pihak yang tiba kasur, yah…saat itulah kita baru tahu persis betapa sing jenenge beja, ora kenyana-nyana.

Tiba Malang

Jika tiba kasur menggambarkan nasib baik wong beja, tiba  malang sebaliknyalah kenyataannya: Kojur. Orang/pihak dikatakan kojur karena ia/mereka nemahi cilaka utawa sengsara. Dan tiba malang ini sering tidak dapat ditolak atau dihindarkan oleh siapa pun, meskipun secara naluriah tidak seorang pun berharap atau mau nemahi cilaka utawa sengsara.

Pertanyaan terkait ontran-ontran di tubuh PD ialah: Sapa bakal tiba malang?  Ngeri-ngeri sedaplah pertanyaan itu, lagi-lagi karena tidak ada pihak mana pun yang mengharapkan dan mau nemahi cilaka lan sengsara.

Baca Juga: Kisruh Politik: Isin Mundur Apa Mundur Isin?

Tapi ingat, malang tak dapat dihadang; demikian pula untung (baca beja) tak dapat dihitung-hitung pun direka-reka. Semuanya, kalau sudah sampai atau tiba kersane Allah, ya wis ditampa wae.

Pasti analisisnya tidak mungkin berhenti atau selesai di sini, sebab banyak pihak ada yang  ngonceki: Sapa bakal tiba kasur, lan sapa tiba malang, itu adalah buah dari “pohon yang pernah ditanamnya.” Dulu pernah menanam pohon apa, kok saiki tiba malang? Atau biyen-biyene menanam apa sehingga sekarang tiba kasur?

pertunjukan masih akan berlangsung, dan kita lihat saja proses selanjutnya, sampai kelak akan kita saksikan sapa tiba kasur, sapa tiba malang; meskipun tetap masih terbuka pintu bermaaf-maafan karena palu belum diketukkan, menjelang puasa lagi.

Ada nasihat indah begini: “Kalau kamu sedang beperkara, selagi masih akan menuju ke meja pengadilan, selesaikanlah saja di antara kamu.” Kalau nasihat ini terjadi, tak satu pihak pun kelakakan tiba malang, malahan boleh jadi dua-duanya akan tiba kasur.

(JC Tukiman Tarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan)