blank
Alrmarhum KH Moh Zamzam, ulama yang banyak menulis kitab klasik untuk dakwah Islam di Kebumen.(Foto;SB/Ist)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Pecinta budaya dan sejarah lokal di Kebumen KRT Arif Priyantoro Rekso Budoyo menyambut positif semakin banyak komunitas dan perorangan yang tergerak menelusuri jejak leluhur di daerah tersebut.

Menurut Ki Arif Priyantoro, meski di masa pandemi Covid-19,  kiparah para pecinta sejarah dan budaya lokal itu diharapkan berdampak positif pada  semakin banyak situs dan benda cagar budaya yang terjaga dan tergali.

Dia sebutkan, membahas perkembangan Islam dan sosok ulama di Kebumen adalah hal yang cukup menarik. Sebab, di Kebumen  terdapat sejumlah pondok pesantren yang cukup tua, juga banyak para ulama besar yang tinggal dan berdakwah di daerah ini.

blank
Salah satu kitab klasik karya Simbah Moh Zamzam masih tersimpan rapi oleh cucunya, Gus Dian, di Tamanwinangun.(Foto:SB/.Ist)

Salah satu tokoh ulama yang belum banyak diungkap namun memiliki karya dan perjuangan dakwah cukup besar adalah Simbah KH Mohammad Zamzam bin Ki Secowijoyo bin Kramaleksana. Ia salah satu ulama kharismatik yang juga seorang penulis kitab di Kebumen sekitar tahun 1880.

Bahkan menurut penelurusan RT Hargo Yohanes Rekso Dipuro, bila melihat dari data silsilah, Simbah Kiai Zamzam merupakan keturunan dari Kiai Kramaleksana, beliau leluhur yang juga banyak mewarnai perjalanan sejarah Kebumen.

Kiai Kramaleksana hidup di masa Sultan Amangkurat I sampai Sultan Hamengkubuwono I (1600 – 1700), berdasarkan Babad Sruni dan Babad Giyanti.

Kembali ke Simbah KH Zamzam. Konon Simbah KH Zamzam merupakan Lurah Pertama Pondok Pesantren Pekeyongan Desa Podoluhur, Kecamatan Klirong. Bahkan Simbah KH Zamzam merupakan salah satu ulama mushonnif kitab yang masyhur di pesisir selatan pulau Jawa.

Arif Priyantoro menerangkan, pada masa hidupnya KH Zamzam memiliki 5 orang istri yang mana 2 di antaranya furqoh (bercerai).  Sedangkan yang 2 lainnya tetap bertahan hingga akhir hayatnya.

Meskipun demikian ada satu dari istri beliau yang meninggal ketika akan melaksanakan ibadah di Tanah Suci, tepatnya Simbah Nyai Kasinah yang meninggal di Jeddah, dan kemudian dimakamkan di Pemakaman Baqi’ di Kota Madinah Al Munawwarah.

blank
Arif Priyantoro ziarah di Makam Simbah KH Mohammad Zamzam.(Foto:SB/Ist)

Karya Kitab Klasik

Berikut data beserta keterangan istri – istri beliau (Simbah KH Zamzam):

  1. Banjarnegara (furqoh dan tidak memiliki keturunan)
  2. Ibu Nyai Nafsiah Pejagoan (mbah Aisyah dan mbah Mangsud kemudian furqoh)
  3. Ibu nyai Siti Romlah Kemangunan (Mbah Maryati, Mbah KH Anwaruddin, Mbah Dur Prumpung)
  4. Kasinah Tamanwinangun (mupu anak dengan nama mbah Muanah)
  5. Mbah Nyai Ibtiah Adikarso

Menurut penjelasan Achmad Najib Amrullah, salah sau keturunan Simbah KH Zamzam dan kini aktif di Komunitas Sedleng Nusantara, salah satu dari kitab tulisan serta kitab karangan KH Zamzam adalah Kitab Taqrib, yang mana kitab ini dikarang oleh Syekh Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfihâni atau dikenal dengan al-Qâdhi Abu Syuja’ atau biasa disebut dengan Imam Abu Syuja’ ,dan ditulis tangan kembali oleh Simbah KH Zamzam.

“Tertera pada kitab tersebut tanggal beserta tahun yang jika diruntutkan hingga sekarang kitab tersebut sudah berumur seratus tahun lebih,”tutur  Achmad Najib Amrullah.

Saat ini koleksi kitab-kitab tulisan Simbah KH Zamzam masih terawat dengan baik oleh salah satu cucu beliau yakni Gus Dian yang bertempat tinggal di Kelurahan Tamanwinangun. Setelah Simbah KH Zamzam wafat, dimakamkan di kompleks pemakaman Damarjati,Tamanwinangun, Kebumen.

Dalam suatu diskusi Gus  Dian pernah menjelaskan siapa sosok  Kiai Zamzam yang juga kakeknya. Simbah Kiai Zamzan pernah mondok di Pesantren Penajung Alian, Pesantren Pekeyongan Klirong dan menjadi lurah pondok pertama.

Bahkan juga pernah belajar di Pesantren Kaliwungu Kendal, dan pesantren lainnya selama sekitar 29 tahun. Kemudian beliau pulang dan mukim di tepian Sungai Luk Ulo, saat ini masuk wilayah Kelurahan Tamanwinangun, Kecamatan Kebumen.

Di pinggiran Sungai Luk Ulo inilah beliau kemudian mengabdi dan mengajarkan kitab-kitab klasik khas pesantren. Selain itu beliau nampaknya juga rajin menulis sejumlah kitab. “Ada sejumlah kitab tulisan tangan koleksi Kiai Zamzam yang Alhamdulillah masih terawat”, tutur Gus Dian.

Komper Wardopo