AMMAN (SUARABARU.ID) – Pasukan keamanan Yordania pada Senin (15/3/2021) menggunakan gas air mata untuk menekan protes terhadap jam malam, yang diberlakukan untuk membendung wabah Covid-19 yang parah, kata sejumlah saksi dan penduduk.
Polisi mengambil tindakan setelah ratusan pengunjuk rasa di beberapa kota, termasuk Amman, berdemonstrasi untuk hari kedua dan tidak mematuhi jam malam yang diperpanjang pekan lalu, kata mereka.
Banyak pengunjuk rasa meminta pemerintah untuk mengundurkan diri dan menuntut agar peraturan darurat yang berlaku sejak awal pandemi diakhiri. Aturan tersebut, menurut kelompok sipil, melanggar hak-hak sipil dan politik.
Baca Juga: PM Jepang Divaksin sebelum Bertemu Biden di AS
Para demonstran juga marah setelah sembilan orang, yang sebagian besar di antaranya adalah pasien Covid-19, meninggal pada Sabtu (13/3/2021), ketika petugas medis di sebuah rumah sakit pemerintah diduga mengabaikan persediaan oksigen. Rumah sakit tersebut selama dua jam kehabisan oksigen untuk alat bantu pernapasan.
Pihak berwenang mengerahkan beberapa ribu polisi anti huru-hara untuk membubarkan para pengunjuk rasa sementara puluhan aktivis ditangkap di beberapa kota besar dan kecil, kata para saksi mata.
Gas air mata digunakan untuk membubarkan massa di beberapa kota, termasuk kawasan Jabal Nazal yang padat di ibu kota, kata seorang penduduk.
Baca Juga: PBB Bantu 12 Peradilan Siapkan Kasus Kejahatan Perang Suriah
Pihak berwenang memblokir aplikasi Facebook tertentu yang memungkinkan demonstrasi disiarkan secara langsung, kata pengguna dan sumber di sektor telekomunikasi kepada Reuters. Pemblokiran berlangsung selama beberapa jam.
Belum ada komentar langsung dari pemerintah.
Jam malam telah diperpanjang beberapa kali sejak diberlakukan setahun yang lalu, terakhir pada Sabtu (13/3/2021), di tengah lonjakan infeksi Covid-19.
Baca Juga: WHO Desak Petugas Kesehatan Untuk Izinkan Kontak Ibu dan Bayi
Yordania mencatat 9.417 infeksi baru virus corona dalam 24 jam terakhir, kata para pejabat pada Senin. Jumlah harian itu merupakan yang tertinggi sejak pandemi mulai muncul.
Negara berpenduduk 10 juta orang itu telah mencatat 5.428 kematian akibat Covid-19.
Raja Yordania Abdullah, dalam komentar yang disiarkan di media pemerintah, mengatakan dia memahami bahwa orang-orang merasa frustrasi karena kondisi kehidupan yang memburuk. Yordania tahun lalu mengalami resesi terburuk dalam beberapa dekade akibat pandemi.
Baca Juga: Korut Peringatkan AS “Jangan Bikin Kesal” Kalau Ingin Damai
Namun, dia memperingatkan para warganya untuk tidak terpengaruh oleh para pembangkang, yang Abdullah katakan berusaha “menabur perselisihan di dalam negeri”.
Pada masa lalu, kemarahan masyarakat terhadap pihak berwenang atas standar hidup yang memburuk serta korupsi yang semakin parah telah memicu kerusuhan sipil yang luas di Yordania.
Banyak pengunjuk rasa adalah campuran dari kalangan oposisi tradisional di negara itu yang menuntut perubahan politik secara radikal serta kalangan pekerja mandiri yang dirugikan oleh penutupan terkait Covid-19.
Ant-Claudia