blank
Ilkay Gundogan dan Phil Foden. Foto: dok/ist

blank

Oleh: Amir Machmud NS

// bukankah kita butuh sentuhan angin// yang bisa mengubah arah// bukankah pula kita butuh saat// yang mampu memastikan keberhasilan// saat pula yang memberi tanda// kemarin saatnya berjaya// kali ini kita// meraih saat dan mengukuhkannya// (Sajak ‘Cakra Manggilingan’, 2021)

BUKAN karena Juergen Klopp tak sakti lagi. Bukan lantaran Ole Gunnar Solskjaer tak pantas meraih mahkota. Bukan pula karena Brendan Rodgers gagal mengantar Leicester kembali meraih tahta…

Yakinilah, karena ini musimnya Pep Guardiola. Karena ini trofinya Phil Foden, dan karena ini momennya Ilkay Gundogan.

Artinya, Manchester City-kah yang meraih “cakra”, dan memang “sudah seharusnya” menuju podium juara?

Kompetisi dan perjalanan hidup manusia punya warna yang bernama siklus. Siklus punya elemen yang bernama cakra hidup atau bioritme. Tak mungkin bisa orang atau sebuah kelompok dipaksa berada dalam kesetaraan ritme, posisi, atau kemampuan. Ada kala di atas, ada saat di tengah, ada pula waktu di bawah. Konsistensi menjadi angan manajemen, yang tak selamanya bisa diputar dalam kehendak dari angan kita.

Mem-bully Klopp takkan menyelesaikan masalah. Menguliti penurunan performa Roberto Firmino – Sadio Mane – Mohamed Salah bukanlah sikap tepat. Menuding sebab dari cedera Virgil van Dijk juga bukan solusi yang bersimpul evaluasi.

Bukankah lebih pas kalau kita melihat betapa pada musim ini semua elemen sukses ada pada The Citizens?

Pada titik ini, selalu ada saja kendala yang dihadapi oleh para rival. hipotesisnya, persoalan Liverpool dan tim-tim lain adalah pencerahan bagi City.

Salah satu titik sulit Juergen Klopp adalah badai cedera yang melilit sejumlah pemain pilar. Sementara itu, Manchester United masih dibayangi inkonsistensi. Leicester City belum betul-betul masuk dalam tradisi maqam elite. Tottenham Hotspur di bawah Jose Mourinho cenderung angin-anginan. Sedangkan Chelsea yang hebat dalam belanja belum mampu meracik produk pembeliannya sebagai adonan lezat.

Dan, di tengah aneka kerikil yang mengusik perjalanan rival-rival kental itu, Manchester City menemukan zat pemadu kesuksesan…

* * *

DENGAN selisih angka dua digit dari para rival, rasanya Raheem Sterling dkk cukup melenggang tak terkejar ketika kompetisi tinggal menyisakan 11 laga.

Jalan keberhasilan Manchester Biru dimulai dari realitas kemampuan merawat konsistensi performa sejak pengujung semester pertama 2020-2021 ini. Awalnya, cedera Sergio Aguero menjadi masalah besar bagi Pep. Dia kehilangan mesin gol, apalagi Gabriel Jesus tak kunjung menjadi predator yang mematikan.

Namun Pep mendapat berkah lain. Ilkay Gundogan yang dikasting sebagai false nine terbukti menemuan produktivitasnya. Sterling makin matang dan dewasa, didampingi sayap serbaguna Ryad Mahrez. Sedangkan absennya play maker Kevin de Bruyne segera tertutup oleh permainan impresif bintang muda Inggris, Phil Foden.

Foden tak hanya mampu berkreasi dengan kelebihan seni bermain non-Inggris Raya. Dia juga menjadi solusi produktivitas. Aksi-aksi pemuda 19 tahun ini bagai cahaya baru dalam racikan permainan ofensif Pep. Foden terlihat “sangat dewasa”, tenang, dan mampu mengeluarkan potensi besarnya.

Kinerja gelandang dan penyerang City bisa semenggila itu, karena ditopang oleh lini belakang mumpuni. Duet John Stones dan Ruben Diaz selain membuat tenang lini pertahanan, juga menunjang kecepatan serangan dengan umpan-umpan terukurnya.

Persoalan serius Pasukan Etihad hanya bagaimana harus berbagi fokus. Selain menuntaskan persaingan di liga, City masuk final Piala Liga, masih bertahan di Piala FA, dan Liga Champions.

Jalan mulus di liga tentu tak harus terganggu oleh sasaran-sasaran lain. Secara obsesi, The Citizens memang masih dihantui rasa penasaran terhadap sukses di Liga Champions yang sejauh ini baru sebatas mimpi.

Walaupun kompetisi belum selesai, cukup realistis apabila para rival di Liga Primer sudah menepikan harapan untuk menjajari atau bahkan melewati Manchester Biru. Dari kalkulasi praktis, naga-naganya trofi Liga Primer memang sudah ada dalam genggaman klub milik taipan Abu Dhabi, Sheikh Mansour bin Zayed Al-Nahyan itu.